Muhammad arsyad atau
lebih disingkat MA (23), warga ciracas, Jakarta timur ini harus merasakan dinginnya sel penjara di markas
besar kepolisian republic indonesia karena dituding mem-bully presiden joko widodo
(jokowi) di akun facebook miliknya. Penahanan ini sangat mengejutkan warga
dunia maya yang biasa disebut netizen.
Kuasa hukum MA, irfan fahmi, mengatakan MA ditangkap
dirumahnya pada kamis 23 oktober 2014 oleh empat penyidik mabes polri
berpakaian sipil. Dia langsung dibawa ke Mabes polri dan dalam waktu 1x24 jam
langsung dilakukan penahanan. MA ditahan di markas besar polisi republic
Indonesia sejak tanggal 25 oktober 2015. Warga ciracas, Jakarta timur, ini
memuat bebarapa konten yang menghina jokowi dalam akun facebook pribadinya saat
kampanye bulan juli 2014. Dia hanya ikut-ikutan pengguna facebook lain yang
riuh mengikuti perkembangan politik. “dia hanya terjebak situasi politik saat
itu” ujar irfan.
Proses Pelaporan dan penangkapan Muhammad
arsyad
Sebelum
mengunggah gambar, Arsyad diketahui telah bergabung ke beberapa kelompok yang
dengan sengaja melakukan penghinaan dan melakukan pencemaran nama baik terhadap
Joko Widodo di jejaring sosial
Facebook dengan nama pengguna Arsyad Assegaf. Arsyad kemudian
mengunggah montase gambar hasil rekayasa yang memperlihatkan Joko Widodo dalam
kondisi telanjang tengah berhubungan seksual dengan Mantan Presiden Megawati
Soekarnoputri. Gambar ini kemudian dilihat dan
dilaporkan oleh pengacara sekaligus politisi PDIP, Hendri Yosodininggrat pada
tanggal 27 Juli 2014, namun baru bisa diproses kepolisian setelah Pemilihan
Presiden 2014 usai.
Karena
sedang berada dalam masa kampanye Pemilihan Presiden 2014, Polisi memutuskan
untuk menunda proses laporan hingga bulan Agustus 2014. Pada pemeriksaan awal,
pihak Polri meminta keterangan dari pelapor, yaitu Hendry di bulan Agustus
2014, kemudian dilanjutkan pemeriksaan terhadap Joko Widodo sebagai korban pada
10 Oktober 2014. Setelah bukti mencukupi, tim cyber crime Polri langsung
melakukan penyergapan.
Arsyad
ditangkap di rumahnya di Gang Jum, Kelurahan Kampung Rambutan, Kecamatan
Ciracas, Jakarta
Timur, Kamis pagi, 23 Oktober 2014, pukul
07.00. Saat itu Arsyad tengah tertidur sepulang mengantarkan dua adiknya di
sekolah. Empat polisi tanpa seragam masuk ke rumah dan menunjukkan surat
penangkapan serta gambar-gambar di telepon seluler kepada Arsyad. Saat Arsyad
hendak dibawa, Ibu Arsyad, Mursyidah, mengamuk dan membuang barang-barang di
rumahnya. Ia pun sempat lari ke tepi Kali Cipinang dengan niat bunuh diri.
Polisi kemudian menenangkan dan menyatakan bahwa tujuan penangkapan tersebut
adalah untuk melindungi Arsyad. Arsyad ditahan dengan tuduhan utama melanggar
pasal pornografi No 44 tahun 2008 tentang pornografi. Selain itu ia juga
dikenai pasal 310 dan 311 KUHP tentang penghinaan secara tertulis. Pihak Polri
menyita 1 barang bukti, yaitu akun Facebook atas nama "Arsyad Assegaf
(anti Jokowi)".
Proses
hokum Muhammad arsyad
Pada 29
Oktober 2014, pelapor Henry Yosdiningrat menyatakan bahwa Joko Widodo sebagai
korban telah sepenuhnya memaafkan Arsyad, namun berkaitan dengan kasus
pornografi, proses hukum terhadap Arsyad tetap dilanjutkan. Tak lama setelah
penangkapannya, Arsyad menunjukkan tanda-tanda depresi. Arsyad sempat dilarikan ke RS Polri pada hari kamis, 30
Oktober 2014. Begitu tiba di rumah sakit, ia diberi makan dan diinfus selama
beberapa jam. Setelah perawatan selesai, ia segar kembali. Ibu Arsyad,
Mursyidah, diketahui juga dalam kondisi lemah karena menolak untuk makan.
Keesokan
harinya, 31 Oktober 2014, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon
menemui orang tua Arsyad di Ciracas, Jakarta Timur, dan menyatakan ingin
membantu proses penangguhan Arsyad yang ketika itu sudah ditahan, dengan
menyiapkan tim pengacara. Sebelum bertemu dengan petugas kepolisian, Fadli Zon
memberikan pernyataan bahwa pemerintah tidak seharusnya mengkriminalisasi wong cilik,
dan hukum harus bisa tegas kepada siapa pun yang melanggar, baik wong cilik maupun pejabat tinggi
negara. Di hari yang sama, ia dan keluarga Arsyad mengunjungi Arsyad di
Bareskim dan menyampaikan bahwa kasus ini berlebihan dan merupakan bentuk
politisasi hukum dan cari muka. Ia juga mempertanyakan mengapa polisi tidak
memproses kasus-kasus penghinaan terhadap dirinya dan Ketua Umum Partai
Gerindra Prabowo Subianto.
Setelah
rapat dengan petugas kepolisian selesai, Fadli Zon menyatakan bahwa polisi
telah bekerja sebagaimana mestinya. Fadli Zon menyatakan bahwa ternyata polisi
telah memproses kasus-kasus penghinaan terhadap dirinya dan Prabowo Subianto.
Pada 1
November 2014, Mursyidah, ibu Arsyad, beserta suaminya, Syafruddin, menemui
Presiden Joko Widodo dan Iriana
Widodo. Dalam pertemuan ini, Joko Widodo
menyatakan secara langsung bahwa ia telah sepenuhnya memaafkan Arsyad dan
menjamin penangguhan penahanan. Mursyidah juga menerima sejumlah uang sebagai
modal usaha dari Iriana Widodo.
Penangguhan
penahanan dan hukuman
Pada 3
November 2014, Polri memberikan penangguhan penahanan dengan beberapa
pertimbangan, antara lain jaminan dari pelaku untuk tidak melarikan diri,
merusak barang bukti, maupun mengulangi perbuatannya. Ia di antar ke rumahnya
oleh empat orang penyidik Polri. Keluarga MA, dibantu warga juga mengadakan
syukuran di rumahnya atas penangguhan penahanan tersebut. Meski mendapat
penangguhan penahanan oleh pihak kepolisian, Muhammad Arsyad tetap tak lepas
dari sanksi sosial yang diberikan warga di lingkungan rumahnya, berupa
kewajiban untuk membersihkan mushalla selama satu minggu dan wajib lapor dua
kali seminggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Namun karena bukan termasuk
jenis delik aduan, proses hukum terhadap Arsyad tetap dijalankan.
Contoh kasus diatas merupakan
pelanggaran terhadap UU Nomor 11 pasal 27 ayat 3 Tahun 2008 tentang ITE. Dalam
pasal tersebut dijelaskan bahawa :
"Setiap Orang dengan sengaja
dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik "
Ketentuan pidana dalam atas
pelanggaran pasal 27 ayat 3 yaitu :
"Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) dan denda paling banyak 1.000.000.000 (satu
milyar rupiah).
Oleh karena itu dengan adanya hukum tertulis yang telah
mengatur kita hendaknya kita selalu berhati-hati dalam berkomunikasi
menggunakan media. Menurut saya dengan adanya kasus ini yang telah
menimpa orang yang berprofesi sebagai tukang sate menjadi tersangka atas
pencemaran nama baik. Maka dari itu kita harus berhati-hati dalam menghadapi
perkembangan Teknologi di era globalisasi ini. Hendaknya kita dapat mengontrol
diri kita sendiri jika akan menulis di sebuah akun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar