Selasa, 03 Mei 2016

INVESTASI DAN PENANAMAN MODAL DALAM MENYIKAPI MEA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, Indonesia tidak lepas dari berbagai hambatan dan tantangan dalam pembangunan. Masalah kemiskinan, rendahnya modal, rendahnya kualitas sumber daya manusia adalah beberapa contoh masalah pembangunan yang harus segera diatasi, termasuk masalah keamanan dan politik yang belum stabil. Dalam kaca mata ekonomi, salah satu cara untuk mengatasi berbagai masalah tersebut adalah dengan mengupayakan peningkatan pertumbuhan ekonomi.  Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran yang nyata dari dampak suatu kebijakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan tersebut dimaksudkan sebagai laju pertumbuhan yang terbentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat perubahan ekonomi. Bagi daerah, ini merupakan suatu indikator yang penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan dan berguna untuk menentukan arah kebijakan pembangunan di masa yang akan datang. Laju pertumbuhan suatu daerah dapat ditunjukkan dengan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).
Pembangunan daerah merupakan bagian integral dan sebagai penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi, dan permasalahan pembangunan di daerah. Pembangunan daerah diharapkan dapat memotivasi peningkatan kreatifitas dan inisiatif untuk dapat lebih menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah, dan dilaksanakan secara terpadu, serasi, terarah, agar pembangunan di tiap daerah dapat benar-benar sesuai dengan prioritas dan potensi daerahnya. Idealnya, setiap proses pembangunan termasuk di daerah didasarkan atas kemampuan sendiri (self reliant development) dengan mengoptimalkan semua potensi sumber daya yang dimiliki. Namun keinginan seperti itu sangat sulit diwujudkan. Kondisi objektif menunjukan bahwa daerah-daerah biasanya mengalami kesulitan dalam membangun perekonomian karena keterbatasan sumber daya manusia, keterbelakangan teknologi dan kekurangan modal.
Dari ketiga hal tersebut yang sering mendapat perhatian lebih adalah masalah kekurangan modal .Dalam konteks inilah pemerintah memandang perlunya menempuh kebijaksanaan yang memberikan kesempatan yang lebih luas kepada sektor swasta, baik domestik maupun asing, untuk berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Adapun bentuk partisipasi ini adalah penanaman modal atau investasi. Penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan pembangunan sehingga investasi pada hakekatnya juga merupakan awal kegiatan pembangunan ekonomi. Penanaman modal asing sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Penanaman modal asing memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan pinjaman komersil untuk pembiayaan pembangunan. Penanaman modal asing merupakan salah satu sumber dana dan jasa pembangunan di negara sedang berkembang berkat sifat khususnya berupa paket modal, teknologi, dan keahlian manajemen yang selektif serta pemanfaatannya dapat disinkronkan dengan tahapan pembangunan negara yang bersangkutan.
Penanaman modal asing membantu mengurangi kekurangan tabungan domestik melalui tambahan modal dengan demikian menaikkan laju tabungan marginal dan laju pembentukan modal. Selain itu, penggunaan modal asing tidak hanya mengatasi kekurangan modal tetapi juga keterbelakangan teknologi. Bersamaan dengan modal uang dan modal fisik, modal asing juga membawa serta keterampilan teknik, tenaga ahli, pengalaman organisasi, informasi pasar, teknik-teknik produksi maju, pembaharuan produk, dan lain-lain. Ia juga melatih tenaga kerja setempat pada keahlian baru. Semua ini mempercepat pembangunan ekonomi. Dengan demikian pembiayaan pembanguan yang berasal dari investasi asing sangatlah penting artinya bagi pembangunan ekonomi. Penanaman modal yang dialokasikan ke dalam proyek pembangunan, berarti akan menambah kapital yang pada selanjutnya tambahan kapital tersebut akan berakibat pada peningkatan taraf hidup masyarakat, yang mana salah satu indikatornya adalah pertumbuhan ekonomi.
            Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)  menjadi salah satu sumber pembiayaan yang penting bagi wilayah yang sedang berkembang dan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembangunan. Sebagai salah satu komponen aliran modal, PMA dianggap sebagai aliran  modal  yang relatif  stabil dibandingkan dengan  aliran modal lainnya, misalnya investasi portofolio maupun  utang luar negeri.  Berbagai kebijakan telah di lakukan oleh pemerintah Indonesia guna untuk mencapai suatu tujuan yaitu menjadikan masyarakat Indonesia sejahtera dengan perekonomian yang ada saat ini, salah satu caranya yaitu dengan investasi  (penanaman modal) baik yang dilakukan oleh investor Domestik maupun investor Asing.
           
1.2  Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana pengaruh PMA dan PMDN dalam menyikapi MEA (Masyarakat ekonomi ASEAN) dan Pertumbuhan ekonomi
2.      Bagaimana dampak PMA dan PMDN terhadap bangsa Indonesia?

1.3  Telaah literature
Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA), yaitu:
1.      Alan M.Rugman (1981), menyatakan bahwa Penanaman Modal Asing PMA) atau Foreign Direct Investment (FDI) dipengaruhi oleh variabel lingkungan dan variabel internalisasi. Ada tiga jenis variable lingkungan yang menjadi perhatian, yaitu : variable ekonomi, non ekonomi dan pemerintah.
2.      Vernon (1966) menjelaskan Penanaman Modal Asing dengan model yang disebut Model siklus produk. Dalam model ini introduksi dan pengembangan produk baru dipasar mengikuti tiga tahap. Pendorong untuk mengembangkan produk baru diberikan oleh kebutuhan dan peluang pasar. Pasar dalam negeri adalah yang paling dikenali kebutuhan dan peluangnya sehingga terdekat untuk ditangani perusahaan yang bersangkutan.
3.      Deliarnov  (1995:  123)  mengemukakan  bahwa  investasi  merupakan  pengeluaran  perusahaan  secara  keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk membeli bahan baku/mental, mesin-mesin dan perlatan pabrik  serta semua peralatan modal lain yang di perlukan dalam proses produksi. 
4.       John Dunning (1977), Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman modal asing melalui teori ancangan eklektis.teori ekletis menetapkan suatu set yang terdiri dari tiga persyaratan yang di butuhkan bila sebuah perusahaan aakan berkecimpung dalam penanaman modal asing,yaitu,keunggulan spesifik perusahaan,keunggulan internalisasi,keunggulan spesifik Negara.
5.      Menurut Nanga (2001 ; 124) mengatakan bahwa investasi dapat didefinisikan sebagai tambahan bersih terhadap stok kapital yang ada atau bisa juga disebut akumulasi modal. Menurut Schumpeter dalam Nanga (2001 ; 124), ia tidak menjelaskan pengertian investasi tetapi membagi investasi menjadi 2 jenis yaitu :
1.  Investasi terpengaruh, yaitu investasi yang besar kecilnya sangat dipengaruhi oleh perubahan di dalam pendapatan nasional, volume penjualan, keuntungan perusahaan dan lain-lain. 
2.  Investasi otonom, yaitu investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan tetapi lebih banyak ditentukan oleh perubahan-perubahan yang bersifat jangka panjang seperti adanya penemuan baru, perkembangan teknologi dan sebagainya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri ) dalam menyikapai MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) dan Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia dan negara-negara di wilayah Asia Tenggara akan membentuk sebuah kawasan yang terintegrasi yang dikenal sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat dijadikan suatu momentum yang baik untuk Indonesia.
1.        negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
2.       MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce.
3.       MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM).
4.       MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global.
Berdasarkan ASEAN Economic Blueprint, MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk memperkecil kesenjangan antara negara-negara ASEAN dalam hal pertumbuhan perekonomian dengan meningkatkan ketergantungan anggota-anggota didalamnya. MEA dapat mengembangkan konsep meta-nasional dalam rantai suplai makanan, dan menghasilkan blok perdagangan tunggal yang dapat menangani dan bernegosiasi dengan eksportir dan importir non-ASEAN.
Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik. Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produkproduk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.
Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri sebagai basis memperoleh keuntungan. Namun demikian, Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan muncul bila MEA telah diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk professional diharapkan dapat lebih peka terhadap fluktuasi yang akan terjadi agar dapat mengantisipasi risikorisiko yang muncul dengan tepat. Selain itu, kolaborasi yang apik antara otoritas negara dan para pelaku usaha diperlukan, infrastrukur baik secara fisik dan sosial(hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan perusahaan di Indonesia.
Investasi merupakan salah satu instrument dalam sistem perekonomian suatu bangsa yang sangat penting, tidak mengherankan jika di negara maju maupun negara Indonesia berusaha secara optimal untuk menjadi tujuan investasi guna menggerakkan roda perekonomian Keberadaan penanaman modal baik domestik maupun asing memberikan sejumlah manfaat bagi pemerintah yakni dapat menyerap tenaga kerja di Negara tersebut.  Investasi asing diindonesia dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio dilakukan melalui pasar modal dengan instrument surat berharga seperti saham dan obligasi. Sedangkan investasi langsung dikenal dengan penanaman modal asing (PMA), merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisasi perusahaan. Istilah penanaman modal sebenarnya adalah terjemahan dari bahasa inggris yaitu : investment. Penanaman modal asing atau investasi sering kali diartikan dalam pengertian yang berbeda-beda. Perbedaan penggunaan istilah investasi terletak pada cakupan dari makna yang dimaksudkan.
Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman Modal, penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha diwilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri. Penanaman modal asing mengandung 3 unsur pokok, yaitu:
1.      Penanaman secara langsung
2.      Penggunaan modal untuk menjalankan perusahaan
3.      Resiko yang langsung ditanggung oleh pemilik modal
Degan adanya penanaman modal asing dapat menciptakan lapanan kerja sehingga dapat menggurangi pengangguran, selain itu dengan adanya investasi asing akan mendapatkan ketrampilan baru bagi Negara sedang berkembang. Penanaman modal asing juga merupakan sumber tabungan kerena dengan adanya investor asing yang menanamkan modalnya maka pertumbuhan ekonomi akan meningkatmeningkat. Berbagai negara termasuk Amerika Serikat telah menyatakan minatnya meningkatkan investasi di Indonesia. Penanaman modal asing (PMA) di Indonesia kini mencakup 85 persen dari total investasi di Indonesia, dan jumlah PMA ini berpotensi besar untuk terus tumbuh. Menko bidang Perekonomian Hatta Rajasa berpendapat Indonesia masih termasuk negara tujuan investasi baik dari investor lokal maupun asing. Dalam kesempatan sama, Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan mengungkapkan Amerika Serikat juga merupakan negara yang sangat berpotensi meningkatkan investasi di Indonesia.
Tujuan Penanaman Modal Asing
1) Untuk mendapatkan keuntungan berupa biaya produksi yang rendah, manfaat pajak lokal dan lain-lain.
2) Untuk membuat rintangan perdagangan bagi perusahaan-perusahaan lain
3) Untuk mendapatkan return yang lebih tinggi daripada di negara sendiri melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sistem perpajakkan yang lebih menguntungkan dan infrastruktur yang lebih baik.
4) Untuk menarik arus modal yang signifikan ke suatu Negara.
            Dalam upaya untuk menarik minat investor asing menanamkan modalnya di Indonesia, pemerintah terus meningkatkan kegiatan promosi, baik melalui pengiriman utusan ke luar negeri maupun peningkatan kerjasama antara pihak swasta nasional dengan swasta asing. Sementara itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai badan yang bertanggung jawab dalam kegiatan penanaman modal terus mengembangkan perannya dalam menumbuhkan investasi.
Masuknya PMA di Indonesia diatur oleh pemerintah dalam UU No 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan dilengkapi serta disempurnakan oleh UU No 11 Tahun 1970 juga tentang penanaman modal asing. UU itu didukung oleh berbagai kemudahan yang dilengkapi dengan berbagai kebijakan dalam paket-paket deregulasi. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menarik investasi didalam memenuhi kebutuhan sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Sementara itu, rencana PMA yang disetujui pemerintah adalah nilai investasi proyek baru, perluasan, dan alih status, yang terdiri atas saham peserta Indonesia.
            Penggolongan investasi berdasarkan pembentukan modal terdiri dari 2 jenis investasi yaitu: investasi bruto, adalah investasi yang dilakukan oleh pemerintah yang belum dikurangi depresiasi. Investasi neto adalah investasi bruto dikurangi depresiasi (jumlah perkiraan sejauh mana barang modal telah digunakan dalam periode yang bersangkutan).
Investasi berdasarkan timbulnya:
(1) investasi otonomi berarti pembentukan modal yang tidak dipengaruhi pendapatan nasional; (2) investasi terpengaruh (induced investment) investasi yang dipengaruhi oleh pendapatan nasional.
            Kegiatan pembangunan ekonomi tersebut dilaksanakan baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Baik ditingkat nasional maupun di tingkat yang lebih rendah seperti Provinsi atau Kabupaten/Kota Berbeda dengan negara maju, sebagian besar negara berkembang adalah negara agraris, baik itu ditinjau dari perspektif ekonomi, sosial dan budayanya. Pertanian, baik itu subsisten maupun komersial, merupakan aktivitas ekonomi yang utama, baik itu ditinjau dari jumlah atau persentase angkatan kerja yang diserapnya, maupun
ditinjau dari sumbangannya kepada GNP. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting
karena dengan meningkatnya pembangunan di bidang ekonomi maka sektor-sektor yang lain akan meningkat pula seiring dengan peningkatan pada sektor ekonomi.
Dalam proses pembangunan, pemerintah daerah mempunyai peranan penting karena pemerintah daerah yang lebih tahu akan potensi dan sumber daya baik manusia dan alam yang dimiliki oleh daerahnya sendiri. Dalam proses pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu dari tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Kenaikan dalam pertumbuhan ekonomi berarti terjadi kenaikan di dalam aktivitas ekonomi di daerah tersebut, jika terjadi penurunan maka kegiatan ekonomi di daerah tersebut sedang mengalami penurunan. Berbagai permasalahan yang terjadi dalam pembangunan ekonomi dapat diatasi dengan meningkatkan jumlah investasi. Salah satu bukti keberhasilan peranan investasi dalam pembangunan ekonomi terjadi di Botswana. Botswana sejauh ini telah mengalami tingkat pertumbuhan tertinggi di Afrika Sub Sahara:8.4% per tahun selama periode 1965-1990 dan masih tinggi, 5.1% pada tahun 1990-2002.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang produksi, untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian yang berasal dari investasi dalam negeri. Investasi menghimpun akumulasi modal dengan membangun sejumlah gedung dan peralatan yang berguna bagi kegiatan produktif, maka output potensial suatu negara akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang juga akan meningkat. Jelas dengan demikian bahwa investasi khususnya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) memainkan peranan penting dalam menentukan jumlah output dan pendapatan. Jadi PMDN memiliki hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Indonesia kini tengah berpacu dengan waktu dalam menyambut
pelaksanaan pasar bebas Asia Tenggara atau biasa disebut dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan dimulai pada tahun 2015. Masyarakat Indonesia harus dapat mengetahui apa itu MEA dan memiliki pengetahuan yang mendalam, dengan berbagai program sosialisasi yang harus dilaksanakan pemerintah dan para relawan agar masyarakat mendapatkan pengetahuan tentang MEA. Sehingga masyarakat dapat mempersiapkan segala pembekalan yang akan
dikembangkan untuk dapat bersaing di MEA, dan yang diharapkan masyarakat.
            ASEAN yang ikut mensetujui pembentukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
harus menghadapi berbagai tantangan dibidang ekonomi khususnya domestik. Kesiapan Indonesia untuk membuka pasar ekonomi bebas di tingkat regional mau tidak mau memberikan perhatian serius bagi pihak pemerintah sebagai actor negara dan pelaku-pelaku ekonomi lainnya atau aktor non negara yaitu pengusaha dan organisasi ekonomi. Dengan terciptanya integrasi kawasan dalam bentuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) selain merupakan suatu tantangan yang akan dihadapi negara di kawasan tersebut, perlu diperhatikan masalah-masalah yang akan ditimbulkan. Masalah tersebut lebih kepada kesiapan negara anggota khususnya,Indonesia untuk menghadapi persaingan ekonomi global yang bersifat terbuka dan represif.
Indonesia perlu segera memperhatikan faktor-faktor pendukung, baik internal maupun eksternal agar dampak yang ditimbulkan di kemudian hari akibat arus barang dan jasa yang bebas, memberikan dampak dan pengaruh yang positif. Pembentukan MEA diharapkan akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, daya saing kawasan dalam perekonomian global melalui 4 (empat) kerangka strategis yang meliputi
1.      pasar tunggal dan basis produksi internasional.
2.      kawasan ekonomi yang saling memiliki daya saing tinggi.
3.      Pertumbuhan ekonomi yang merata, peningkatan kesejahteraan masyarakat ASEAN.
4.      mengurangi tingkat pengangguran dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang banyak dan hubungan kerjasama ekonomi yang erat dengan organisasi global lainnya. Hal ini tentunya akan memberikan manfaat yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi.
Dalam menyikapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) dan Pertumbuhan ekonomi dindonesia menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah suatu bentuk analisis di dalam manajemen perusahaan atau di dalam organisasi yang secara sistematis dapat membantu dalam usaha penyusunan suatu rencana yang matang untuk mencapai tujuan, baik itu tujuan jangka pendek maupun tujuan jangkan panjang. Atau definisi analisis SWOT yang lainnya yaitu sebuah bentuk analisa situasi dan juga kondisi yang bersifat deskriptif (memberi suatu gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan juga kondisi sebagai sebagai faktor masukan, lalu kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing.
Satu hal yang perlu diingat baik-baik oleh para pengguna analisa ini, bahwa analisa SWOT ini semata-mata sebagai suatu sebuah analisa yang ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang dihadapi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib yang mampu memberikan jalan keluar yang bagi permasalahan yang sedang dihadapi.
SWOT adalah singkatan dari:
  • S = Strength (kekuatan).
  • W = Weaknesses (kelemahan).
  • O = Opportunities (Peluang).
  • T = Threats (hambatan).
1. Strenght (S) yaitu analisis kekuatan, situasi ataupun kondisi yang merupakan kekuatan dari suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini.  Yang perlu di lakukan di dalam analisis ini adalah setiap perusahaan atau organisasi perlu menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan di bandingkan dengan para pesaingnya. Misalnya jika kekuatan perusahaan tersebut unggul di dalam teknologinya, maka keunggulan itu dapat di manfaatkan untuk mengisi segmen pasar yang membutuhkan tingkat teknologi dan juga kualitas yang lebih maju.
·         pangsa ekspor Indonesia ke negara-negara utama ASEAN (Malaysia, Singapura, Thailand, Pilipina) cukup besar yaitu 13.9% (2005) dari total ekspor.
·         pertumbuhan makro-ekonomi yang meningkat

2. Weaknesses (W) yaitu analisi kelemahan, situasi ataupun kondisi yang merupakan kelemahan dari suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini. Merupakan cara menganalisis kelemahan di dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi yang menjadi kendala yang serius dalam kemajuan suatu perusahaan atau organisasi.
·         Daya saing ekonomi Indonesia jauh lebih rendah ketimbang Singapura, Malaysia dan Thailand.
·         Percepatan investasi di Indonesia tertinggal bila dibanding dengan negara ASEAN lainnya.
3. Opportunity (O) yaitu analisis peluang, situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar suatu organisasi atau perusahaan dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi dimasa depan. Cara ini adalah untuk mencari peluang ataupun terobosan yang memungkinkan suatu perusahaan ataupun organisasi bisa berkembang di masa yang akan depan atau masa yang akan datang.
Peluang/Opportunity (O)
  • AEC akan mendorong arus investasi pertanian masuk ke Dalam Negeri yang menciptakan multiplier effect.
  • Pasar tunggal memudahkan pembentukan joint venture dengan perusahaan di kawasan ASEAN, sehingga lebih memudahkan akses bahan baku yang belum dapat dipasok dari Dalam Negeri.
  • Pasar tunggal menciptakan pasar yang mencakup wilayah seluas 4,47 juta km persegi, dengan potensi pasar lebih kurang sebesar 565 juta jiwa.
  • Akselerasi perpindahan manusia dan modal.
  • Meningkatkan bargaining power yang dimiliki oleh masyarakat dalam menentukan pilihannya di tengah banyaknya produk dan kemudahan yang ditawarkan.
  • Meningkatkan transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang.
4. Threats (T) yaitu analisis ancaman, cara menganalisis tantangan atau ancaman yang harus dihadapi oleh suatu perusahaan ataupun organisasi untuk menghadapi berbagai macam faktor lingkungan yang tidak menguntungkan pada suatu perusahaan atau organisasi yang menyebabkan kemunduran. Jika tidak segera di atasi, ancaman tersebut akan menjadi penghalang bagi suatu usaha yang bersangkutan baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Tantangan/Threat (T)
  • Laju peningkatan ekspor, impor dan inflasi masih tinggi,
  • Dampak negatif arus modal yang lebih bebas dan kesamaan produk,
  • Daya saing produk sektor perkebunan masih rendah,
  • Kompetensi SDM belum maksimal,
  • Konektifitas yang rendah,
  • Tingkat persaingan semakin ketat,
  • Tuntutan investor asing dan domestik makin tinggi,
  • Konsumen semakin kritis dan memiliki preferensi yg lebih tinggi

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bagi kepentingan para penanam modal asing maka selain iklim investasi tersebut,
kehadirannya masih perlu didukung oleh adanya ketentuan-ketentuan dan perlakuan
yang tidak diskriminatif, yang diberikan pada para pengusaha lokal atau domestik dalam
arena memperebutkan pangsa pasar. Sudah selayaknya jika para pemilik modal asing
menginginkan adanya perlindungan dan jaminan investasi atas ancaman terjadinya
resiko nasionalisasi dan eksproriasi. Merekapun menginginkan adanya jaminan dalam
hak untuk dapat mentransfer laba maupun deviden, dan hak untuk melakukan
penyelesaian hukum melalui arbitrase internasional.Atas dasar ini dipandang perlu dan sudah merupakan keharusan bagi Indonesia segera meratifikasi RUU Penanaman Modal yang telah terkatung-katung keberadaannya sejak 1995.
Rencana Undang-Undang Penanaman Modal ini akan diterima jika Pemerintah Pusat segera melakukan restrukturisasi organisasi lembaga publik dan departemen pada tingkat pusat dan kemudian memberikannya kewenangan yang lebih luas pada Pemerintah Daerah dalam merencanakan dan mengatur rumah tangganya secara lebih leluasa. Para pelaku ekonomi di daerah dan aparat birokrasi pemerintahan daerah perlu secara bersama melakukan persiapan-persiapan dalam upaya terprogram meningkatkan kompetensi daerah. Upaya awal yang paling mendasar adalah membangun kesiapan sumber daya manusia yang trampil dan cekatan. Sekolah-sekolah kejuruan industrial, ekonomi, teknologi dan bahasa dapat dibangun secara sinergi antar unsur-unsur pelaku ekonomi yang ada di daerah.
Berikutnya ketersediaan fasilitas prasarana industri seperti pergudangan, jalur transportasi untuk logistik barang, pelabuhan, terminal serta hub-hub intra moda transportasi, sumber energi, air bersih, saluran irigasi lintas-desa, lembaga-lembaga ekonomi dan finansial pedesaan, serta pos-pos kolektor dan penyimpanan produkproduk hasil pertanian perlu dibangun secara memadai dan berkualitas. Rentetan investasi tersebut perlu ditrigger oleh inisiatif para gubernur dan para bupati dengan mengundang para investor masyarakat lokal. Kegiatan investasi yang sejak terbentuknya Undang-undang Penanaman modal Asing dan undang-undang Penanaman Modal dalam Negeri menjadi latar belakang penting adalah pembangunan ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan sehingga dalam mewujudkannya maka perlu adanya kepastian dalam memberikan perlindungan hukum terlebih setelah adanya kesepakatan negara-negara ASEAN.
Untuk mewujudkan tujuan nasional dan mempersiapkan masyarakat ekonomi ASEAN Tahun 2015, pemerintah harus memikirkan segala aspek kehidupan untuk menggerakkan perekonomi maka Pemerintah Pusat dan setiap Pemerintah Daerah yang dalam pemberian desentralisasi otonomi daerah perlu memperhatikan aturan perundangundangan yang berlaku sehingga menjamin tidak ada pihak yang dirugikan baik dalam pemenuhan kesejahteraan bagi rakyat dan iklim yang kondusif bagi investor dalam berkegiatan investasi. Keselarasan antara kedua perihal penting ini perlu diwujudkan dalam kenyataan oleh undang-undang yang berlaku di daerah. Pemerintah Daerah harus berupaya dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif secara maksimal dengan menggerakkan lembaga Kantor penanaman Modal melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan berjalannya kegiatan Investasi. Dan hal yang paling penting pula melakukan sosialisasi kepada Masyarakat sehingga menjamin kesiapan masyarakat dalam menerima investasi dan juga dibutuhkan peraturan investasi daerah yang mendukung kepastian hukum bagi investor khususnya investor asing

DAFTAR PUSTAKA
Azmat, Gani (1999), Foreign Direct Investment in Fiji, Pacific Economic Buletin, Vol 14 No 1.

A ssaf Razin and Efraim Sodka (1999), Labor, Capital and Finance : International Flow, Cambridge University Press.

Gusmardi Bustami, 2014, Menuju Asean Economic Comunity 2015, Departemen Perdagangan Republik Indonesia

Brenton, P., and Di Mauro, F. (1999), “The Potential Magnitude and Impact of FDI Flow to CEECs”, Journal of Economic Integration, Vol. 14 No. 1, pp 59-74

BKPM (2001), Pertumbuhan Investasi Asing, Jakarta.

Domowitzt, I, Elbadawi (1987), “An Error Correction Approach to Money Demand: The Case of Sudan”, Journal of Development Economics, Vol 26.

Dunning, John. H. (1981), International Productions and Multinationl Enterprise, Geore Allen, London, Gerge and Unwin.

Dunning, John. H. (1998), “The Eclectic Paradigm of International Productions : A
Restatement and Some Possible Extention”, Journal International Business

StudiesSpring Editions.

Senin, 02 Mei 2016

MASALAH PEREKONOMIAN DALAM DISTRIBUSI PENDAPATAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Masalah besar yang dihadapi Negara sedang berkembang adalah dispartis (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratnya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negative terhadap kondisi social dan politik. Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh Negara sedang berkembang, namun Negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsisi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu Negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya.
 Negara maju menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil disbanding Negara sedang berkembang, dan untuk megatasinya tidak terlalu sulit. Sistem distribusi pendapatan nasional yang tidak pro poor menjadi isu bagi mereka yang mengkritk kebijakan-kebijakan pemerintah dengan keyakinan bahwa sistem distribusi pendapatan sangat menentukan bagaimana pendapatan nasioanal yang tinggi mampu menciptakan perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan dalam kehidupan bernegara, seperti mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan kesulitan-kesulitan lain dalam masyarakat. Distribusi pendapatan yang tidak merata, tidak akan menciptakan kemakmuran bagi masyarakat secara umum. Sitem distribusi yang tidak pro poor hanya akan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu saja, sehingga ini menjadi isu sangat penting dalam menyikapi tingginya angka kemiskinan saat ini.
Beberapa tahun belakangan ini Indonesia, Negara yang dikenal dunia sebagai Negara subur dan kaya bekas jajahan Belanda mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan selama periode 2009-2013 yaitu sebesar 5,9% pertahun yang merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi (BBC, 2013). Namun dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi yang sedemikian rupa tersebut, Indonesia belum dapat dikatakan sebagai sebuah Negara yang makmur, subur dan sejahtera. Sebuah negara baru dapat dikatakan demikian apabila keadaan ekonomi penduduk pada negara tersebut berada pada tingkat rata-rata atau diatas rata-rata angka kemiskinan.
Indonesia yang merupakan Negara dunia ketiga atau Negara berkembang mengawali sejarah pembangunan ekonomi dengan fluktuasi yang cukup tajam. Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia terus naik, namun tetap saja terdapat ketimpangan perolehan pendapatan yang dirasakan oleh hampir seluruh penduduk Indonesia. Saat ini yang terjadi adalah individu masyarakat yang sudah kaya atau mampu dalam hal materi menjadi tambah kaya, sedangkan individu masyarakat yang miskin atau kurang mampu dalam hal materi tetap miskin atau malah semakin miskin. Sehingga pembangunan dan pertumbuhan ekonomi hanya dapat dinikmati oleh penduduk kalangan atas. Sementara penduduk miskin terus begitu-begitu saja tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Kesenjangan distribusi pendapatan ini kurang disadari oleh awam sehingga tidak memikirkan jalan keluar untuk mengatasi perbedaan perolehan pendapatan tersebut. Melihat pada contoh saat ini , apabila kesenjangan distribusi pendapatan tidak segera disadari atau diatasi, maka dimasa yang akan datang pertumbuhan ekonomi tentu hanya akan dinikmati oleh kaum atas saja. Lalu bagaimana dengan kaum bawah ? Tidak bisakah mereka yang selama ini hidup sebagai kaum bawah keluar dari jerat yang bernama “kemiskinan” ?

1.2  Rumusan masalah
Dalam penulisan individu ini, penulis membahas mengenai kesenjangan distribusi pendapatan yang akan dibahas dalam rumusan masalah sebagai berikut :
1.Apa hal-hal utama yang menjadi dasar utama masalah kesenjangan distribusi pendapatan?
2.Bagaimana alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesenjangan distribusi pendapatan guna mengurangi kemiskinan ?
3.Bagaimanakah tingkat kesenjangan distribusi pendapatan Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain ?

1.3 Telaah literature
ada tiga pandangan yang berkembang mengenai ketidakmerataan distribusi pendapatan yaitu :
1.kuznets (1955) berpendapat bahwa pada tahap-tahap awal pertumbuhan, distribusi pendapatan atau kesejahteraan cenderung memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik atau lebih dikenal dengan kurva “ u terbalik” (lihat todaro,2000:207);
2.pendapat lewis (1950) mengaitkannya dengan kondisi-kondisi dasar perubahan yang bersifat struktural. tahapan pertumbuhan awal akan terpusat pada sektor industri modern. pada tahap ini, lapangan pekerjaan terbatas namun tingkat upah dan produktivitas terhitung tinggi. kesenjangan pendapatan antara sektor industri modern dengan sektor pertanian tradisional pada awalnya akan melebar dengan cepat sebelum pada akhirnya menyempit kembali (lihat todaro, 2000:207);
3.peneliti lain menyatakan bahwa faktor penentu utama atas pola-pola distribusi pendapatan bukanlah laju pertumbuhan ekonomi, tetapi adalah struktur ekonomi (lihat todaro, 2000:211).
pengukuran distribusi pendapatan. ukuran distribusi yang sering digunakan oleh para ahli ekonomi pada umumnya adalah distribusi ukuran yang lebih dikenal dengan distribusi pendapatan antarkelompok size distribution of income yang menjelaskan besarnya pembagian antarperorangan atau rumah tangga.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Distribusi pendapatan
Sudah jelas bahwa masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan produktivitas yang dimiliki oleh setiap individu dimana satu individu/kelompok mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu/kelompok lain, sehingga ketimpangan distribusi pendapatan tidak hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga terjadi di beberapa Negara di dunia. Masyarakat yang berbeda mempunyai persepsi yang berbeda pula tentang apa itu adil (merata) dan norma-norma sosial budaya, sehingga kebijakan yang dilakukan untuk meningkatkan pemerataan tetap saja menimbulkan konsensus bahwa terjadi ketidakmerataan yang cukup besar dalam hal distribusi pendapatan (Setianegara, 2008:88).
Data dekade 1970-an dan 1980-an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan di banyak negara sedang berkembang, terutama negaranegara dengan proses pembangunan ekonomi yang pesat atau dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukan seakan-akan ada suatu korelasi positif antara laju pertumbuhan dan kesenjangan ekonomi (Tambunan, 2001:72). Semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaaan antara kaum miskin dan kaum kaya. Pertumbuhan GNP per kapita yang cepat tidak secara otomatis meningkatkan tingkat hidup rakyat banyak (Hariadi et al., 2007:4).
Ketimpangan pendapatan menjadi permasalah dalam besarnya pemerataan pendapatan suatu daerah, banyak kendala yang dihadapi untuk mengatasi ketidakmerataan tersebut. ketimpangan yang terjadi antara si miskin dan si kaya sangat besar. Misalnya ketimpangan yang terjadi pada petani, petani yang memiliki lahan yang luas akan lebih maksimal memperoleh pendapatan per kapita, sedangkan petani yang memiliki lahan sempit merekapun sudah mengelola lahannya sedemikian rupa namun hasilnya tetap minim,apalagi para buruh yang tidak mempunyai lahan mereka hanya pasrah mengandalkan gaji dari para petani besar. Selain itu para petani kecil tersebut tidak memiliki keahlian atau pendidikan yang tinggi sehingga mereka tidak bisa bekerja disektor non pertanian.
Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil suatu negara di kalangan penduduknya. Dalam literature ekonomi dikenal 3 (tiga) konsep distribusi pendapatan, yaitu distribusi fungsional, distribusi fungsional yang diperluas dan distribusi personal. Distribusi fungsional yang berkaitan dengan pembagian pendapatan yang diterima oleh pemilik faktor produksi tradisional dalam suatu proses produksi. Distribusi fungsional yang diperluasn merupakan bentuk lain dari distribusi fungsional, dan umunya penggolongannya disesuaikan dengan masalah yang sedang dibahas, misalnya pembagian pendapatan menurut wilayah, sektor ekonomi, atau menurut teknik produksi. Sedangkan distribusi personal berkaitan dengan pembagian pendapatan yang diterima oleh individu atau rumah tangga. Ukuran kesejahteraan sering dikaitkan dengan distribusi personal.
Kesenjangan pendapatan yang ada di Indonesia sangat terlihat jelas dan terjadi pada lingkungan sekitar kita bahkan pada diri kita sendiri. Negara-negara maju telah menempuh lima tahap pembangunan dalam menapaki usaha perbaikan kehidupan masyarakat yakni; tahap masyarakat tradisional, prakondisi tinggal landas, tinggal landas, menuju kedewasaan dan konsumsi massa yang tinggi. Persoalan sesungguhnya muncul justru pada titik disepakatinya sektor industri sebagai basis pertumbuhan ekonomi yang mana tentu saja harus didukung sepenuhnya dengan mengabaikan sektor lainnya. Dalam hal ini sektor industry didinamisir untuk memproduksi secara efisien dan produktif sehingga bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya sektor lainnya karena diabaikan tetap dalam kondisi stagnan.
Akibat dukungan pemerintah yang berlebihan terhadap sektor industri, muncul perbedaan efisiensi dan produktivitas antara sektor industri dan sektor lainnya misalnya sektor pertanian, sehingga menyebabkan kesenjangan sektoral yang dalam penilaian mikro sekaligus menunjukkan kesenjangan pendapatan antara pelaku ekonomi yang bekerja di sektor industri dan pelaku ekonomi yang bekerja di sektor pertanian. Dalam tahap awal pembangunan sering dijumpai kesenjangan yang tinggi yang setelah itu akan menurun pada level pembangunan berikutnya. Menurunnya ketimpangan tersebut bukan diakibatkan oleh semakin meningkatnya efisiensi produktivitas di sektor lain misalnya pertanian, tetapi karena merosotnya kinerja sektor industri akibat tidak bertumpu pada sektor basis. Fakta ini banyak ditemukan pada negara-negara berkembang yang memprioritaskan industri sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi.
Ketimpangan juga dapat diperiksa dari sisi lain, bahwa ketika industrialisasi dijalankan, faktor produksi yang paling berkuasa adalah modal, lebih-lebih pada negara yang menganut sistem kapitalis. Akibat dominasi modal dibandingkan faktor produksi lain, setiap tetes penghasilan ekonomi yang diperoleh dari proses produksi sebagian besar akan jatuh pada pemilik modal secara tidak adil. Tenaga kerja dan pemilik tanah hanya menikmati bagian kecil yang tidak sebanding dengan kontribusi mereka terhadap proses produksi. Singkatnya, saat keuntungan perusahaan meningkat dalam kurun waktu tertentu, maka peningkatan laba tersebut hampir seluruhnya jatuh ke pemilik modal, sedangkan pemilik tanah tetap menikmati sewa seperti masa sebelumnya dan tenaga kerja tetap menerima upah seperti sedia kala ketika keuntungan belum meningkat.
Terdapat beberapa metode untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dapat dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yaitu axiomatic dan stochastic dominance. Berikut dua indicator yang umum digunakan untuk mengukur tingkat pendapatan penduduk.
1.      Koefisien Gini (Gini Ratio)
Koefisien Gini umumnya ditunjukkan oleh Kurva Lorenz.

Dalam Kurva Lorenz diatas, Garis Diagona OE merupakan garis kemerataan sempurna karena garis tersebut menunjukkan persentase yang sama antara jumlah penduduk dengan penerimaan pendapatan. Koefisien Gini adalah perbandingan antara luas bidang A dan ruas segitiga OPE. Semakin jauh garis Kurva Lorenz dari garis kemerataan sempurna, semakin tinggi tingkat ketidakmerataannya, dan sebaliknya.

2.      Menurut Kriteria Bank Dunia
Distribusi Pendapatan
Tingkat Ketimpangan
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
< 12% dari keseluruhan pengeluaran
Tinggi
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
12%–17% dari keseluruhan pengeluaran
Sedang
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
> 17%  dari keseluruhan pengeluaran
Rendah
Berikut cara-cara untuk mengatasi kesenjangan distribusi pendapatan yang dikutip dari berbagai sumber:
1.      Penetapan kebijakan pendistribusian asset agar golongan tidak mampu bisa memperoleh aset modalnya untuk berusaha
2.      Meminimalkan bertambahnya pekerja sektor informal dengan mendorong pertumbuhan sektor produksi
3.    Mendorong masyarakat untuk mulai berwirausaha, dengan memberikan fasilitas penunjang seperti kemudahan mendapatkan kredit kepada UMKM.
4.      Penghapusan subsidi BBM dan listrik dan diganti dengan subsidi langsung yang tepat sasaran bagi rakyat miskin dan memperketat pengawasan pendistribusian subsidi tersebut tersebut.
5.  Memberlakukan pajak progresif dimana individu dengan pendapatan tinggi harus membayar pajak tinggi, dengan syarat pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak dipergunakan dengan baik dan tidak menjadi ajang memperkaya diri sendiri oleh pemerintah.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Disekitar permulaan telah di pelajari apa yang sekarang dinamakan distribusi pendapatan menurut ukuran, distribusi pendapatan antara berbagai rumah tangga yang berbeda tanpa memperhatikan kelas social rumah tangga tersebut. Dia menemukan bahwa ketidak merataan distribusi pendapatan diantara semua Negara- Negara adalah sangat menyolok, bahwa tingkat distribusi pendapatan yang tidak merata itu sama saja keadaanya di suatu Negara dengan negara lainnya. Jelas bahwa distribusi sumber- sumber produksi yang dasar mendahului proses produksi, karena manusia hanya melakukan aktifitas produktif yang sesuai dengan metode atau cara masyarakat dalam mendistribusikan sumber- sumber produksi. Jadi yang pertama ialah sumber- sumber produksi baru kemudian produksi. Berkenaan dengan distribusi kekayaan produktif, ia terkait dengan proses produksi dan bergantung padanya, karena ia menguasai produk yang pada gilirannya menghasilkan produksi.
Ketidak merataan distribusi pendapatan diperlihatkan dalam bentuk grafik, grafik atau kurva dinamakan kurva Lorenz, memperlihatkan berapa banyak pendapatan yang diperoleh oleh suatu proporsi keluarga secara nasional. Bagaimanapun, ketika para ekonomi kapitalis mengkaji masalah-maslah distribusi dengan kerangaka kapitalis, mereka tidak melihat kekayaan masyarakat secara keseluruhan dan sumber-sumber produksinya. Yang mereka kaji adalah masalah-masalah distribusi kekayaan yang dihasilkan yakni pendapatan nasional dan bukan kekayaan nasional secara keseluruhan. Yang mereka maksud dengan pendapatan nasional adalah seluruh barang, modal dan jasa yang dihasilakan, atau dalam istilah yang lebih jelas, nilai uang seluruh kekayaan yang dihasilkan selama satu tahun. Karena itu, diskusi mengenai distribusi dalam ekonomi politik adalah diskusi distribusi nilai uang.
Pendapatan nasional tidak terdistribusi secara merata, sehingga menyebabkan disparitas pendapatan masyarakat. Terjadinya disparitas pendapatan merupakan akibat dari kebijakan distribusi pendapatan yang sntralistik dan tidak “pro poor”. Diperlukan segera kebijakan ekonomi yang mengarah kepada perkuatan fundanmental perekonomian nasional sebagai antisipasi terhadap keadaan perekonomian global yang fluktuatif. Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita.
Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang dan Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

DAFTAR PUSTAKA
Pendapatan Nasional (2012). Pendapatan Nasional (dikutip 1 oktober 2012), diakses dari URL: http: //id.wikipedia.org/wiki/pendapatan_nasional

Afrida, BR. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta : Ghalia Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS). Jatim Dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS Jawa Timur

Badan Pusat Statistik (BPS). Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional. Berbagai Edisi.

Boediono.1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE UGM : Yogyakarta