Senin, 02 Mei 2016

MASALAH PEREKONOMIAN DALAM DISTRIBUSI PENDAPATAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Masalah besar yang dihadapi Negara sedang berkembang adalah dispartis (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratnya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negative terhadap kondisi social dan politik. Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh Negara sedang berkembang, namun Negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsisi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu Negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya.
 Negara maju menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil disbanding Negara sedang berkembang, dan untuk megatasinya tidak terlalu sulit. Sistem distribusi pendapatan nasional yang tidak pro poor menjadi isu bagi mereka yang mengkritk kebijakan-kebijakan pemerintah dengan keyakinan bahwa sistem distribusi pendapatan sangat menentukan bagaimana pendapatan nasioanal yang tinggi mampu menciptakan perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan dalam kehidupan bernegara, seperti mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan kesulitan-kesulitan lain dalam masyarakat. Distribusi pendapatan yang tidak merata, tidak akan menciptakan kemakmuran bagi masyarakat secara umum. Sitem distribusi yang tidak pro poor hanya akan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu saja, sehingga ini menjadi isu sangat penting dalam menyikapi tingginya angka kemiskinan saat ini.
Beberapa tahun belakangan ini Indonesia, Negara yang dikenal dunia sebagai Negara subur dan kaya bekas jajahan Belanda mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan selama periode 2009-2013 yaitu sebesar 5,9% pertahun yang merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi (BBC, 2013). Namun dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi yang sedemikian rupa tersebut, Indonesia belum dapat dikatakan sebagai sebuah Negara yang makmur, subur dan sejahtera. Sebuah negara baru dapat dikatakan demikian apabila keadaan ekonomi penduduk pada negara tersebut berada pada tingkat rata-rata atau diatas rata-rata angka kemiskinan.
Indonesia yang merupakan Negara dunia ketiga atau Negara berkembang mengawali sejarah pembangunan ekonomi dengan fluktuasi yang cukup tajam. Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia terus naik, namun tetap saja terdapat ketimpangan perolehan pendapatan yang dirasakan oleh hampir seluruh penduduk Indonesia. Saat ini yang terjadi adalah individu masyarakat yang sudah kaya atau mampu dalam hal materi menjadi tambah kaya, sedangkan individu masyarakat yang miskin atau kurang mampu dalam hal materi tetap miskin atau malah semakin miskin. Sehingga pembangunan dan pertumbuhan ekonomi hanya dapat dinikmati oleh penduduk kalangan atas. Sementara penduduk miskin terus begitu-begitu saja tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Kesenjangan distribusi pendapatan ini kurang disadari oleh awam sehingga tidak memikirkan jalan keluar untuk mengatasi perbedaan perolehan pendapatan tersebut. Melihat pada contoh saat ini , apabila kesenjangan distribusi pendapatan tidak segera disadari atau diatasi, maka dimasa yang akan datang pertumbuhan ekonomi tentu hanya akan dinikmati oleh kaum atas saja. Lalu bagaimana dengan kaum bawah ? Tidak bisakah mereka yang selama ini hidup sebagai kaum bawah keluar dari jerat yang bernama “kemiskinan” ?

1.2  Rumusan masalah
Dalam penulisan individu ini, penulis membahas mengenai kesenjangan distribusi pendapatan yang akan dibahas dalam rumusan masalah sebagai berikut :
1.Apa hal-hal utama yang menjadi dasar utama masalah kesenjangan distribusi pendapatan?
2.Bagaimana alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesenjangan distribusi pendapatan guna mengurangi kemiskinan ?
3.Bagaimanakah tingkat kesenjangan distribusi pendapatan Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain ?

1.3 Telaah literature
ada tiga pandangan yang berkembang mengenai ketidakmerataan distribusi pendapatan yaitu :
1.kuznets (1955) berpendapat bahwa pada tahap-tahap awal pertumbuhan, distribusi pendapatan atau kesejahteraan cenderung memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik atau lebih dikenal dengan kurva “ u terbalik” (lihat todaro,2000:207);
2.pendapat lewis (1950) mengaitkannya dengan kondisi-kondisi dasar perubahan yang bersifat struktural. tahapan pertumbuhan awal akan terpusat pada sektor industri modern. pada tahap ini, lapangan pekerjaan terbatas namun tingkat upah dan produktivitas terhitung tinggi. kesenjangan pendapatan antara sektor industri modern dengan sektor pertanian tradisional pada awalnya akan melebar dengan cepat sebelum pada akhirnya menyempit kembali (lihat todaro, 2000:207);
3.peneliti lain menyatakan bahwa faktor penentu utama atas pola-pola distribusi pendapatan bukanlah laju pertumbuhan ekonomi, tetapi adalah struktur ekonomi (lihat todaro, 2000:211).
pengukuran distribusi pendapatan. ukuran distribusi yang sering digunakan oleh para ahli ekonomi pada umumnya adalah distribusi ukuran yang lebih dikenal dengan distribusi pendapatan antarkelompok size distribution of income yang menjelaskan besarnya pembagian antarperorangan atau rumah tangga.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Distribusi pendapatan
Sudah jelas bahwa masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan produktivitas yang dimiliki oleh setiap individu dimana satu individu/kelompok mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu/kelompok lain, sehingga ketimpangan distribusi pendapatan tidak hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga terjadi di beberapa Negara di dunia. Masyarakat yang berbeda mempunyai persepsi yang berbeda pula tentang apa itu adil (merata) dan norma-norma sosial budaya, sehingga kebijakan yang dilakukan untuk meningkatkan pemerataan tetap saja menimbulkan konsensus bahwa terjadi ketidakmerataan yang cukup besar dalam hal distribusi pendapatan (Setianegara, 2008:88).
Data dekade 1970-an dan 1980-an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan di banyak negara sedang berkembang, terutama negaranegara dengan proses pembangunan ekonomi yang pesat atau dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukan seakan-akan ada suatu korelasi positif antara laju pertumbuhan dan kesenjangan ekonomi (Tambunan, 2001:72). Semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaaan antara kaum miskin dan kaum kaya. Pertumbuhan GNP per kapita yang cepat tidak secara otomatis meningkatkan tingkat hidup rakyat banyak (Hariadi et al., 2007:4).
Ketimpangan pendapatan menjadi permasalah dalam besarnya pemerataan pendapatan suatu daerah, banyak kendala yang dihadapi untuk mengatasi ketidakmerataan tersebut. ketimpangan yang terjadi antara si miskin dan si kaya sangat besar. Misalnya ketimpangan yang terjadi pada petani, petani yang memiliki lahan yang luas akan lebih maksimal memperoleh pendapatan per kapita, sedangkan petani yang memiliki lahan sempit merekapun sudah mengelola lahannya sedemikian rupa namun hasilnya tetap minim,apalagi para buruh yang tidak mempunyai lahan mereka hanya pasrah mengandalkan gaji dari para petani besar. Selain itu para petani kecil tersebut tidak memiliki keahlian atau pendidikan yang tinggi sehingga mereka tidak bisa bekerja disektor non pertanian.
Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil suatu negara di kalangan penduduknya. Dalam literature ekonomi dikenal 3 (tiga) konsep distribusi pendapatan, yaitu distribusi fungsional, distribusi fungsional yang diperluas dan distribusi personal. Distribusi fungsional yang berkaitan dengan pembagian pendapatan yang diterima oleh pemilik faktor produksi tradisional dalam suatu proses produksi. Distribusi fungsional yang diperluasn merupakan bentuk lain dari distribusi fungsional, dan umunya penggolongannya disesuaikan dengan masalah yang sedang dibahas, misalnya pembagian pendapatan menurut wilayah, sektor ekonomi, atau menurut teknik produksi. Sedangkan distribusi personal berkaitan dengan pembagian pendapatan yang diterima oleh individu atau rumah tangga. Ukuran kesejahteraan sering dikaitkan dengan distribusi personal.
Kesenjangan pendapatan yang ada di Indonesia sangat terlihat jelas dan terjadi pada lingkungan sekitar kita bahkan pada diri kita sendiri. Negara-negara maju telah menempuh lima tahap pembangunan dalam menapaki usaha perbaikan kehidupan masyarakat yakni; tahap masyarakat tradisional, prakondisi tinggal landas, tinggal landas, menuju kedewasaan dan konsumsi massa yang tinggi. Persoalan sesungguhnya muncul justru pada titik disepakatinya sektor industri sebagai basis pertumbuhan ekonomi yang mana tentu saja harus didukung sepenuhnya dengan mengabaikan sektor lainnya. Dalam hal ini sektor industry didinamisir untuk memproduksi secara efisien dan produktif sehingga bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya sektor lainnya karena diabaikan tetap dalam kondisi stagnan.
Akibat dukungan pemerintah yang berlebihan terhadap sektor industri, muncul perbedaan efisiensi dan produktivitas antara sektor industri dan sektor lainnya misalnya sektor pertanian, sehingga menyebabkan kesenjangan sektoral yang dalam penilaian mikro sekaligus menunjukkan kesenjangan pendapatan antara pelaku ekonomi yang bekerja di sektor industri dan pelaku ekonomi yang bekerja di sektor pertanian. Dalam tahap awal pembangunan sering dijumpai kesenjangan yang tinggi yang setelah itu akan menurun pada level pembangunan berikutnya. Menurunnya ketimpangan tersebut bukan diakibatkan oleh semakin meningkatnya efisiensi produktivitas di sektor lain misalnya pertanian, tetapi karena merosotnya kinerja sektor industri akibat tidak bertumpu pada sektor basis. Fakta ini banyak ditemukan pada negara-negara berkembang yang memprioritaskan industri sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi.
Ketimpangan juga dapat diperiksa dari sisi lain, bahwa ketika industrialisasi dijalankan, faktor produksi yang paling berkuasa adalah modal, lebih-lebih pada negara yang menganut sistem kapitalis. Akibat dominasi modal dibandingkan faktor produksi lain, setiap tetes penghasilan ekonomi yang diperoleh dari proses produksi sebagian besar akan jatuh pada pemilik modal secara tidak adil. Tenaga kerja dan pemilik tanah hanya menikmati bagian kecil yang tidak sebanding dengan kontribusi mereka terhadap proses produksi. Singkatnya, saat keuntungan perusahaan meningkat dalam kurun waktu tertentu, maka peningkatan laba tersebut hampir seluruhnya jatuh ke pemilik modal, sedangkan pemilik tanah tetap menikmati sewa seperti masa sebelumnya dan tenaga kerja tetap menerima upah seperti sedia kala ketika keuntungan belum meningkat.
Terdapat beberapa metode untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dapat dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yaitu axiomatic dan stochastic dominance. Berikut dua indicator yang umum digunakan untuk mengukur tingkat pendapatan penduduk.
1.      Koefisien Gini (Gini Ratio)
Koefisien Gini umumnya ditunjukkan oleh Kurva Lorenz.

Dalam Kurva Lorenz diatas, Garis Diagona OE merupakan garis kemerataan sempurna karena garis tersebut menunjukkan persentase yang sama antara jumlah penduduk dengan penerimaan pendapatan. Koefisien Gini adalah perbandingan antara luas bidang A dan ruas segitiga OPE. Semakin jauh garis Kurva Lorenz dari garis kemerataan sempurna, semakin tinggi tingkat ketidakmerataannya, dan sebaliknya.

2.      Menurut Kriteria Bank Dunia
Distribusi Pendapatan
Tingkat Ketimpangan
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
< 12% dari keseluruhan pengeluaran
Tinggi
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
12%–17% dari keseluruhan pengeluaran
Sedang
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
> 17%  dari keseluruhan pengeluaran
Rendah
Berikut cara-cara untuk mengatasi kesenjangan distribusi pendapatan yang dikutip dari berbagai sumber:
1.      Penetapan kebijakan pendistribusian asset agar golongan tidak mampu bisa memperoleh aset modalnya untuk berusaha
2.      Meminimalkan bertambahnya pekerja sektor informal dengan mendorong pertumbuhan sektor produksi
3.    Mendorong masyarakat untuk mulai berwirausaha, dengan memberikan fasilitas penunjang seperti kemudahan mendapatkan kredit kepada UMKM.
4.      Penghapusan subsidi BBM dan listrik dan diganti dengan subsidi langsung yang tepat sasaran bagi rakyat miskin dan memperketat pengawasan pendistribusian subsidi tersebut tersebut.
5.  Memberlakukan pajak progresif dimana individu dengan pendapatan tinggi harus membayar pajak tinggi, dengan syarat pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak dipergunakan dengan baik dan tidak menjadi ajang memperkaya diri sendiri oleh pemerintah.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Disekitar permulaan telah di pelajari apa yang sekarang dinamakan distribusi pendapatan menurut ukuran, distribusi pendapatan antara berbagai rumah tangga yang berbeda tanpa memperhatikan kelas social rumah tangga tersebut. Dia menemukan bahwa ketidak merataan distribusi pendapatan diantara semua Negara- Negara adalah sangat menyolok, bahwa tingkat distribusi pendapatan yang tidak merata itu sama saja keadaanya di suatu Negara dengan negara lainnya. Jelas bahwa distribusi sumber- sumber produksi yang dasar mendahului proses produksi, karena manusia hanya melakukan aktifitas produktif yang sesuai dengan metode atau cara masyarakat dalam mendistribusikan sumber- sumber produksi. Jadi yang pertama ialah sumber- sumber produksi baru kemudian produksi. Berkenaan dengan distribusi kekayaan produktif, ia terkait dengan proses produksi dan bergantung padanya, karena ia menguasai produk yang pada gilirannya menghasilkan produksi.
Ketidak merataan distribusi pendapatan diperlihatkan dalam bentuk grafik, grafik atau kurva dinamakan kurva Lorenz, memperlihatkan berapa banyak pendapatan yang diperoleh oleh suatu proporsi keluarga secara nasional. Bagaimanapun, ketika para ekonomi kapitalis mengkaji masalah-maslah distribusi dengan kerangaka kapitalis, mereka tidak melihat kekayaan masyarakat secara keseluruhan dan sumber-sumber produksinya. Yang mereka kaji adalah masalah-masalah distribusi kekayaan yang dihasilkan yakni pendapatan nasional dan bukan kekayaan nasional secara keseluruhan. Yang mereka maksud dengan pendapatan nasional adalah seluruh barang, modal dan jasa yang dihasilakan, atau dalam istilah yang lebih jelas, nilai uang seluruh kekayaan yang dihasilkan selama satu tahun. Karena itu, diskusi mengenai distribusi dalam ekonomi politik adalah diskusi distribusi nilai uang.
Pendapatan nasional tidak terdistribusi secara merata, sehingga menyebabkan disparitas pendapatan masyarakat. Terjadinya disparitas pendapatan merupakan akibat dari kebijakan distribusi pendapatan yang sntralistik dan tidak “pro poor”. Diperlukan segera kebijakan ekonomi yang mengarah kepada perkuatan fundanmental perekonomian nasional sebagai antisipasi terhadap keadaan perekonomian global yang fluktuatif. Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita.
Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang dan Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

DAFTAR PUSTAKA
Pendapatan Nasional (2012). Pendapatan Nasional (dikutip 1 oktober 2012), diakses dari URL: http: //id.wikipedia.org/wiki/pendapatan_nasional

Afrida, BR. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta : Ghalia Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS). Jatim Dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS Jawa Timur

Badan Pusat Statistik (BPS). Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional. Berbagai Edisi.

Boediono.1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE UGM : Yogyakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar