BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Masalah
besar yang dihadapi Negara sedang berkembang adalah dispartis (ketimpangan)
distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratnya distribusi
pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari
munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut
akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan
konsekuensi negative terhadap kondisi social dan politik. Masalah kesenjangan
pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh Negara sedang berkembang,
namun Negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya
terletak pada proporsisi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka
kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi
oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu Negara. Semakin besar angka
kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya.
Negara maju menunjukan tingkat kesenjangan
pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil disbanding Negara sedang
berkembang, dan untuk megatasinya tidak terlalu sulit. Sistem distribusi
pendapatan nasional yang tidak pro poor menjadi isu bagi mereka yang mengkritk
kebijakan-kebijakan pemerintah dengan keyakinan bahwa sistem distribusi
pendapatan sangat menentukan bagaimana pendapatan nasioanal yang tinggi mampu
menciptakan perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan dalam kehidupan
bernegara, seperti mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan kesulitan-kesulitan
lain dalam masyarakat. Distribusi pendapatan yang tidak merata, tidak akan menciptakan
kemakmuran bagi masyarakat secara umum. Sitem distribusi yang tidak pro poor
hanya akan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu saja, sehingga ini
menjadi isu sangat penting dalam menyikapi tingginya angka kemiskinan saat ini.
Beberapa
tahun belakangan ini Indonesia, Negara yang dikenal dunia sebagai Negara subur
dan kaya bekas jajahan Belanda mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi yang
cukup signifikan selama periode 2009-2013 yaitu sebesar 5,9% pertahun yang
merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi (BBC, 2013). Namun dengan kenaikan
pertumbuhan ekonomi yang sedemikian rupa tersebut, Indonesia belum dapat
dikatakan sebagai sebuah Negara yang makmur, subur dan sejahtera. Sebuah negara
baru dapat dikatakan demikian apabila keadaan ekonomi penduduk pada negara
tersebut berada pada tingkat rata-rata atau diatas rata-rata angka kemiskinan.
Indonesia
yang merupakan Negara dunia ketiga atau Negara berkembang mengawali sejarah
pembangunan ekonomi dengan fluktuasi yang cukup tajam. Walaupun pertumbuhan ekonomi
Indonesia terus naik, namun tetap saja terdapat ketimpangan perolehan
pendapatan yang dirasakan oleh hampir seluruh penduduk Indonesia. Saat ini yang
terjadi adalah individu masyarakat yang sudah kaya atau mampu dalam hal materi
menjadi tambah kaya, sedangkan individu masyarakat yang miskin atau kurang
mampu dalam hal materi tetap miskin atau malah semakin miskin. Sehingga
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi hanya dapat dinikmati oleh penduduk
kalangan atas. Sementara penduduk miskin terus begitu-begitu saja tidak
menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Kesenjangan
distribusi pendapatan ini kurang disadari oleh awam sehingga tidak memikirkan
jalan keluar untuk mengatasi perbedaan perolehan pendapatan tersebut. Melihat
pada contoh saat ini , apabila kesenjangan distribusi pendapatan tidak segera
disadari atau diatasi, maka dimasa yang akan datang pertumbuhan ekonomi tentu
hanya akan dinikmati oleh kaum atas saja. Lalu bagaimana dengan kaum bawah ?
Tidak bisakah mereka yang selama ini hidup sebagai kaum bawah keluar dari jerat
yang bernama “kemiskinan” ?
1.2 Rumusan
masalah
Dalam penulisan individu ini, penulis membahas mengenai kesenjangan distribusi
pendapatan yang akan dibahas dalam rumusan masalah sebagai berikut :
1.Apa hal-hal utama
yang menjadi dasar utama masalah kesenjangan distribusi pendapatan?
2.Bagaimana alternatif
yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesenjangan distribusi pendapatan guna
mengurangi kemiskinan ?
3.Bagaimanakah tingkat
kesenjangan distribusi pendapatan Indonesia jika dibandingkan dengan negara
lain ?
1.3 Telaah literature
ada tiga pandangan yang
berkembang mengenai ketidakmerataan distribusi pendapatan yaitu :
1.kuznets (1955)
berpendapat bahwa pada tahap-tahap awal pertumbuhan, distribusi pendapatan atau
kesejahteraan cenderung memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu
akan membaik atau lebih dikenal dengan kurva “ u terbalik” (lihat
todaro,2000:207);
2.pendapat lewis (1950)
mengaitkannya dengan kondisi-kondisi dasar perubahan yang bersifat struktural.
tahapan pertumbuhan awal akan terpusat pada sektor industri modern. pada tahap
ini, lapangan pekerjaan terbatas namun tingkat upah dan produktivitas terhitung
tinggi. kesenjangan pendapatan antara sektor industri modern dengan sektor
pertanian tradisional pada awalnya akan melebar dengan cepat sebelum pada
akhirnya menyempit kembali (lihat todaro, 2000:207);
3.peneliti lain
menyatakan bahwa faktor penentu utama atas pola-pola distribusi pendapatan
bukanlah laju pertumbuhan ekonomi, tetapi adalah struktur ekonomi (lihat todaro,
2000:211).
pengukuran
distribusi pendapatan. ukuran distribusi yang sering digunakan oleh para ahli
ekonomi pada umumnya adalah distribusi ukuran yang lebih dikenal dengan
distribusi pendapatan antarkelompok size distribution of income yang
menjelaskan besarnya pembagian antarperorangan atau rumah tangga.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Distribusi
pendapatan
Sudah
jelas bahwa masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya
ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan produktivitas
yang dimiliki oleh setiap individu dimana satu individu/kelompok mempunyai
produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu/kelompok lain,
sehingga ketimpangan distribusi pendapatan tidak hanya terjadi di Indonesia
saja tetapi juga terjadi di beberapa Negara di dunia. Masyarakat yang berbeda
mempunyai persepsi yang berbeda pula tentang apa itu adil (merata) dan
norma-norma sosial budaya, sehingga kebijakan yang dilakukan untuk meningkatkan
pemerataan tetap saja menimbulkan konsensus bahwa terjadi ketidakmerataan yang
cukup besar dalam hal distribusi pendapatan (Setianegara, 2008:88).
Data
dekade 1970-an dan 1980-an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi
pendapatan di banyak negara sedang berkembang, terutama negaranegara dengan
proses pembangunan ekonomi yang pesat atau dengan laju pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, seperti Indonesia, menunjukan seakan-akan ada suatu korelasi positif
antara laju pertumbuhan dan kesenjangan ekonomi (Tambunan, 2001:72). Semakin
tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita semakin besar
perbedaaan antara kaum miskin dan kaum kaya. Pertumbuhan GNP per kapita yang
cepat tidak secara otomatis meningkatkan tingkat hidup rakyat banyak (Hariadi
et al., 2007:4).
Ketimpangan
pendapatan menjadi permasalah dalam besarnya pemerataan pendapatan suatu
daerah, banyak kendala yang dihadapi untuk mengatasi ketidakmerataan tersebut.
ketimpangan yang terjadi antara si miskin dan si kaya sangat besar. Misalnya
ketimpangan yang terjadi pada petani, petani yang memiliki lahan yang luas akan
lebih maksimal memperoleh pendapatan per kapita, sedangkan petani yang memiliki
lahan sempit merekapun sudah mengelola lahannya sedemikian rupa namun hasilnya
tetap minim,apalagi para buruh yang tidak mempunyai lahan mereka hanya pasrah
mengandalkan gaji dari para petani besar. Selain itu para petani kecil tersebut
tidak memiliki keahlian atau pendidikan yang tinggi sehingga mereka tidak bisa
bekerja disektor non pertanian.
Distribusi
pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil
suatu negara di kalangan penduduknya. Dalam literature ekonomi dikenal 3 (tiga)
konsep distribusi pendapatan, yaitu distribusi fungsional, distribusi
fungsional yang diperluas dan distribusi personal. Distribusi fungsional yang
berkaitan dengan pembagian pendapatan yang diterima oleh pemilik faktor
produksi tradisional dalam suatu proses produksi. Distribusi fungsional yang
diperluasn merupakan bentuk lain dari distribusi fungsional, dan umunya
penggolongannya disesuaikan dengan masalah yang sedang dibahas, misalnya
pembagian pendapatan menurut wilayah, sektor ekonomi, atau menurut teknik
produksi. Sedangkan distribusi personal berkaitan dengan pembagian pendapatan
yang diterima oleh individu atau rumah tangga. Ukuran kesejahteraan sering
dikaitkan dengan distribusi personal.
Kesenjangan
pendapatan yang ada di Indonesia sangat terlihat jelas dan terjadi pada
lingkungan sekitar kita bahkan pada diri kita sendiri. Negara-negara maju telah
menempuh lima tahap pembangunan dalam menapaki usaha perbaikan kehidupan
masyarakat yakni; tahap masyarakat tradisional, prakondisi tinggal landas,
tinggal landas, menuju kedewasaan dan konsumsi massa yang tinggi. Persoalan
sesungguhnya muncul justru pada titik disepakatinya sektor industri sebagai
basis pertumbuhan ekonomi yang mana tentu saja harus didukung sepenuhnya dengan
mengabaikan sektor lainnya. Dalam hal ini sektor industry didinamisir untuk
memproduksi secara efisien dan produktif sehingga bisa menjadi mesin
pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya sektor lainnya karena diabaikan tetap dalam
kondisi stagnan.
Akibat
dukungan pemerintah yang berlebihan terhadap sektor industri, muncul perbedaan
efisiensi dan produktivitas antara sektor industri dan sektor lainnya misalnya
sektor pertanian, sehingga menyebabkan kesenjangan sektoral yang dalam
penilaian mikro sekaligus menunjukkan kesenjangan pendapatan antara pelaku
ekonomi yang bekerja di sektor industri dan pelaku ekonomi yang bekerja di
sektor pertanian. Dalam tahap awal pembangunan sering dijumpai kesenjangan yang
tinggi yang setelah itu akan menurun pada level pembangunan berikutnya.
Menurunnya ketimpangan tersebut bukan diakibatkan oleh semakin meningkatnya
efisiensi produktivitas di sektor lain misalnya pertanian, tetapi karena
merosotnya kinerja sektor industri akibat tidak bertumpu pada sektor basis.
Fakta ini banyak ditemukan pada negara-negara berkembang yang memprioritaskan
industri sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi.
Ketimpangan
juga dapat diperiksa dari sisi lain, bahwa ketika industrialisasi dijalankan,
faktor produksi yang paling berkuasa adalah modal, lebih-lebih pada negara yang
menganut sistem kapitalis. Akibat dominasi modal dibandingkan faktor produksi
lain, setiap tetes penghasilan ekonomi yang diperoleh dari proses produksi
sebagian besar akan jatuh pada pemilik modal secara tidak adil. Tenaga kerja
dan pemilik tanah hanya menikmati bagian kecil yang tidak sebanding dengan
kontribusi mereka terhadap proses produksi. Singkatnya, saat keuntungan
perusahaan meningkat dalam kurun waktu tertentu, maka peningkatan laba tersebut
hampir seluruhnya jatuh ke pemilik modal, sedangkan pemilik tanah tetap
menikmati sewa seperti masa sebelumnya dan tenaga kerja tetap menerima upah
seperti sedia kala ketika keuntungan belum meningkat.
Terdapat
beberapa metode untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan
yang dapat dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yaitu axiomatic dan
stochastic dominance. Berikut dua indicator yang umum digunakan untuk
mengukur tingkat pendapatan penduduk.
1.
Koefisien Gini (Gini Ratio)
Koefisien
Gini umumnya ditunjukkan oleh Kurva Lorenz.
Dalam
Kurva Lorenz diatas, Garis Diagona OE merupakan garis kemerataan sempurna
karena garis tersebut menunjukkan persentase yang sama antara jumlah penduduk
dengan penerimaan pendapatan. Koefisien Gini adalah perbandingan antara luas
bidang A dan ruas segitiga OPE. Semakin jauh garis Kurva Lorenz dari garis
kemerataan sempurna, semakin tinggi tingkat ketidakmerataannya, dan sebaliknya.
2. Menurut
Kriteria Bank Dunia
Distribusi Pendapatan
|
Tingkat Ketimpangan
|
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
< 12% dari keseluruhan pengeluaran
|
Tinggi
|
Kelompok 40%
termiskin pengeluarannya
12%–17% dari
keseluruhan pengeluaran
|
Sedang
|
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
> 17% dari keseluruhan
pengeluaran
|
Rendah
|
Berikut cara-cara untuk mengatasi
kesenjangan distribusi pendapatan yang dikutip dari berbagai sumber:
1. Penetapan
kebijakan pendistribusian asset agar golongan tidak mampu bisa memperoleh aset modalnya
untuk berusaha
2. Meminimalkan
bertambahnya pekerja sektor informal dengan mendorong pertumbuhan sektor
produksi
3. Mendorong
masyarakat untuk mulai berwirausaha, dengan memberikan fasilitas penunjang
seperti kemudahan mendapatkan kredit kepada UMKM.
4. Penghapusan
subsidi BBM dan listrik dan diganti dengan subsidi langsung yang tepat sasaran
bagi rakyat miskin dan memperketat pengawasan pendistribusian subsidi tersebut
tersebut.
5. Memberlakukan
pajak progresif dimana individu dengan pendapatan tinggi harus membayar pajak
tinggi, dengan syarat pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak dipergunakan
dengan baik dan tidak menjadi ajang memperkaya diri sendiri oleh pemerintah.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Disekitar
permulaan telah di pelajari apa yang sekarang dinamakan distribusi pendapatan
menurut ukuran, distribusi pendapatan antara berbagai rumah tangga yang berbeda
tanpa memperhatikan kelas social rumah tangga tersebut. Dia menemukan bahwa
ketidak merataan distribusi pendapatan diantara semua Negara- Negara adalah
sangat menyolok, bahwa tingkat distribusi pendapatan yang tidak merata itu sama
saja keadaanya di suatu Negara dengan negara lainnya. Jelas bahwa distribusi
sumber- sumber produksi yang dasar mendahului proses produksi, karena manusia
hanya melakukan aktifitas produktif yang sesuai dengan metode atau cara
masyarakat dalam mendistribusikan sumber- sumber produksi. Jadi yang pertama
ialah sumber- sumber produksi baru kemudian produksi. Berkenaan dengan
distribusi kekayaan produktif, ia terkait dengan proses produksi dan bergantung
padanya, karena ia menguasai produk yang pada gilirannya menghasilkan produksi.
Ketidak
merataan distribusi pendapatan diperlihatkan dalam bentuk grafik, grafik atau
kurva dinamakan kurva Lorenz, memperlihatkan berapa banyak pendapatan yang
diperoleh oleh suatu proporsi keluarga secara nasional. Bagaimanapun, ketika
para ekonomi kapitalis mengkaji masalah-maslah distribusi dengan kerangaka
kapitalis, mereka tidak melihat kekayaan masyarakat secara keseluruhan dan
sumber-sumber produksinya. Yang mereka kaji adalah masalah-masalah distribusi
kekayaan yang dihasilkan yakni pendapatan nasional dan bukan kekayaan nasional
secara keseluruhan. Yang mereka maksud dengan pendapatan nasional adalah
seluruh barang, modal dan jasa yang dihasilakan, atau dalam istilah yang lebih
jelas, nilai uang seluruh kekayaan yang dihasilkan selama satu tahun. Karena
itu, diskusi mengenai distribusi dalam ekonomi politik adalah diskusi
distribusi nilai uang.
Pendapatan
nasional tidak terdistribusi secara merata, sehingga menyebabkan disparitas
pendapatan masyarakat. Terjadinya disparitas pendapatan merupakan akibat dari
kebijakan distribusi pendapatan yang sntralistik dan tidak “pro poor”.
Diperlukan segera kebijakan ekonomi yang mengarah kepada perkuatan fundanmental
perekonomian nasional sebagai antisipasi terhadap keadaan perekonomian global
yang fluktuatif. Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya
pendapatan perkapita.
Inflasi dimana
pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan
pertambahan produksi barang-barang dan Ketidakmerataan pembangunan antar
daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Pendapatan Nasional
(2012). Pendapatan Nasional (dikutip 1 oktober 2012), diakses dari URL: http:
//id.wikipedia.org/wiki/pendapatan_nasional
Afrida, BR. 2003.
Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta : Ghalia Indonesia
Badan Pusat Statistik
(BPS). Jatim Dalam Angka. Berbagai Edisi. BPS Jawa Timur
Badan Pusat Statistik
(BPS). Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional. Berbagai Edisi.
Boediono.1999. Teori
Pertumbuhan Ekonomi. BPFE UGM : Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar