Senin, 02 Mei 2016

MASALAH PEREKONOMIAN DALAM KEMISKINAN STRUKTURAL

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tulisan ini akan membahas tentang masalah kemiskinan yang ditinjau dari perspektif struktural. Analisa ini berdasarkan pendapat beberapa tokoh ekonomi dan dengan memadukan analisa dari penulis sendiri dalam memandang kemiskinan. Kemiskinan memang tidak harus dipandang dari segi ketidakmampuan orang-orang miskin saja namun ada sesuatu dari eksternal si miskin yang membuat si miskin semakin miskin. Kelebihan dalam menggunakan analisa dengan perspektif struktural ini tidak lagi membicarakan kemiskinan dalam hal perbandingan ekonomi namun dapat menunjukkan hal-hal lain di luar si miskin yang membuat mereka tetap miskin atau semakin miskin. Dalam perspektif struktural ini tidak bisa lagi dalam menganalisa kemiskinan menggunakan patokan dasar adalah pendapatan per kapita. Karena bisa saja seseorang itu pendapatan per kapitanya melampaui garis batas kemiskinan tetapi secara struktural ia adalah orang yang jauh dari alat-alat produksi, jauh dari proses pengambilan keputusan, terasing dari kemungkinan partisipasi (Lubis, 1986: 41). Jadi ada faktor-faktor lain yang ingin diekspos oleh perspektif struktural ini.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui paparan penulis tentang kelebihan dari perspektif struktural, dalam penjelasan selanjutnya akan dibahas mengenai kekurangan dari perspektif struktural ini. Penulis memandang kekurangan dari perspektif ini yaitu dalam menemukan solusi untuk memecahkan kebuntuan dalam masalah kemiskinan sangat sulit dilakukan dalam kenyataan. Memang di atas kertas sangatlah memuaskan dan masuk akal jika ditelaah, namun dalam pengimplementasian solusi dibutuhkan tenaga dan pemikiran yang ekstra. Karena dalam penerapannya, strukturalis ini cenderung merubah kondisi yang berada diluar si miskin bukan dari si miskin sendiri yang berusaha untuk merubah dirinya sendiri supaya tuntas dari kemiskinan. Merombak suatu sistem adalah merubah segalanya yang ada pada suatu wilayah atau negara tersebut, terutama dalam aspek penyediaan kesempatan yang sama diberbagai sektor.
Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang mendasar yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia dewasa ini. Hal tersebut ditandai dengan adanya berbagai kekurangan dan ketidakberdayaan diri si miskin. Berbagai kekurangan dan ketidakberdayaan tersebut disebabkan baik faktor internal maupun eksternal yang membelenggu, seperti adanya keterbatasan untuk memelihara dirinya sendiri, tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhan dll. Dengan begitu, segala aktivitas yang mereka lakukan untuk meningkatkan hidupnya sangat sulit. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.
Di indonesia kemiskinan sudah terjadi sejak jaman dahulu dimana pemerintah di indonesia tidak dapat menekan angka kemiskinan dari tahun ke tahun bahkan kemiskinan sudah menjadi pekerjaan yang serius untuk pemerintah kita. Banyak cara yang telah dilakukan oleh pemerintah, tapi untuk menekan atau bahkan mengurangi angka kemiskinan sangatlah sulit. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya, ternyata tidak sedikit penduduk yang tergolong miskin. Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari gabungan penduduk di perkotaan dan di perdesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin diperkirakan makin bertambah.
 Pembahasan kemiskinan struktural menjadi penting dalam kaitannya dengan upaya mengatasi ketimpangan yang selama ini terjadi pada masyarakat kelas bawah. Kondisi ini terjadi pada hampir sebagian besar sektor produksi di Indonesia. Kemiskinan struktural pada masyarakat desa hutan dan masyarakat desa perkebunan diawali oleh paradigma pengelolaan sumberdaya alam yang berhaluan kapitalisme dimana materi menjadi ukuran keberhasilan, serta paradigma yang mengatakan bahwa negara sama dengan pemerintah sehingga pengelolaan sumberdaya alam oleh negara diartikan sebagai pengelolaan sumberdaya alam oleh pemerintah (government based resource management). Pendekatan tersebut berdampak tidak saja pada pemerintah melainkan juga pada masyarakat. Dampak yang terjadi pada pemerintah dapat ditinjau pada dua sisi yaitu kebijakan dan perilaku. Kebijakan-kebijakan yang ada baik berupa hukum perundang-undangan dan program-program yang dilakukan berakar pada dua paradigma diatas.


1.2 Rumusan masalah
1.  Bagaimana kemiskinan structural terjadi?
2. apakah kemiskinan structural dapat memajukan bangsa Indonesia?

1.3 Telaah literature
Banyak pemahaman tentang kemiskinan yang dikemukakan para ahli, salah satu pemahaman yang dimaksud dikemukakan oleh:
1.     Bank Dunia (1990) dan Chambers (1987) (dalam Mikkelsen, 2003:193) yang memandang kemiskinan sebagai : Suatu kemelaratan dan ketidakmampuan masyarakat yang diukur dalam suatu standar hidup tertentu yang mengacu kepada konsep miskin relatif yang melakukan analisis perbandingan di negara-negara kaya maupun miskin. Sedangkan konsep absolut dari kemiskinan adanya wabah kelaparan, ketidakmampuan untuk membesarkan atau mendidik anak dan lain-lain.
2.      Usman (2003 : 33) mengatakan bahwa kemiskinan adalah kondisi kehilangan (deprivation) terhadap sumber-sumber pemenuh kebutuhan dasar yang berupa pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan serta hidupnya serba kekurangan. Sedangkan pemahaman tentang masalah kemiskinan,
3.    menurut Sumodiningrat (1999 : 45) : Masalah kemiskinan pada dasarnya bukan saja berurusan dengan persoalan ekonomi semata, tetapi bersifat multidimensional yang dalam kenyataannya juga berurusan dengan persoalan-persoalan non-ekonomi (sosial, budaya, dan politik). Karena sifat multidimensionalnya tersebut, maka kemiskinan tidak hanya berurusan dengan kesejahteraan materi (material well-being), tetapi berurusan dengan kesejahteraan sosial (social well-being). Dari pandangan di atas diperoleh suatu konsep pemahaman bahwa kemiskinan pada hakekatnya merupakan kebutuhan manusia yang tidak terbatas hanya pada persoalan-persoalan ekonomi saja. Karena itu, program pemberdayaan masyarakat miskin sebaiknya tidak terfokus pada dimensi pendekatan ekonomi saja, tetapi juga memperhatikan dimensi pendekatan lain, yaitu pendekatan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sumber daya sosial.
4.      Menurut Supriatna (1997:90) : Kemiskinan merupakan kondisi yang serba terbatas dan terjadi bukan atas kehendak orang yang bersangkutan. Penduduk dikatakan miskin bila ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan dan gizi serta kesejahteraan hidupnya, yang menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kemiskinan structural
Kemiskinan diartikan sebagai kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan asasi atau esensial sebagai manusia seperti kebutuhan subsistensi, afeksi, keamanan, identitas, proteksi, kebebasan, partisipasi, dan waktu luang. Berbeda dengan konsep kemiskinan struktural yang diartikan sebagai kondisi kemiskinan yang timbul sebagai akibat struktur sosial yang rumit yang menyebabkan masyarakat termarjinalisasi dan sulit memperoleh akses terhadap berbagai peluang.Kemiskinan dan kemiskinan struktural dapat dikaji melalui unsur-unsur sosial yang pokok dalam masyarakat yang menurut Soekanto meliputi: kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi sosial, dan kekuasaan dan wewenang. Dari sana kita dapat memperoleh gambaran bagaimana bagian-bagian dalam struktur tersebut menjadi penting untuk menggambarkan terjadinya kemiskinan struktural.
Kemiskinan struktural akan ditunjukkan melalui unsur-unsur pokok tersebut dimana ketika kemiskinan struktural terjadi pada masyarakat, terdapat perubahan kondisi yang terjadi disebabkan masyarakat harus mampu beradaptasi dengan kondisi yang ada. Masuknya unsur asing yang menjadi penyebab kemiskinan struktural membawa pengaruh kepada pola adaptasi yang harus mereka terapkan.



Gambar. 1 Terjadinya Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural yang terjadi pada dua komunitas dipicu oleh adanya kapitalisme yang merasuki seluruh sektor, diantaranya adalah sektor perkebunan dan kehutanan. Kemiskinan struktural akan berbeda bentuk tergantung dari struktur sosial masyarakat dan juga tergantung pada pihak penguasa yang bermain dalam komunitas tersebut. Respon atas kemiskinan struktural diilhami oleh kondisi masyarakat dimana mereka dalam kondisi termarjinalisasi dan dalam posisi struktur sosial yang timpang sehingga mereka dalam kondisi miskin dan dimiskinkan. Respon diwujudkan dalam bentuk konsolidasi petani dalam wilayahnya termasuk juga konsolidasi kekuatan untuk melawan kondisi yang disebabkan oleh faktor struktural. Lahirnya pengorganisasian petani berbeda-beda terkait dengan bentuk kemiskinan yang mereka alami.
Struktur Masyarakat
Golongan miskin cenderung berada pada daerah dengan kondisi alam yang rata-rata tidak mendukung. Kebanyakan dari petani yang hidup dalam kondisi geografis tersebut memilih untuk bertahan tanpa pernah berupaya merubah nasib misalnya dengan cara pindah ke daerah lain. Dalam kondisi demikian, lahan menjadi satu-satunya sandaran hidup dan sumber penghasilan. Ketika lahan tersebut diambil alih oleh golongan lain yang terjadi adalah petani kehilangan sumber hidupnya. Pada kurun waktu tertentu mereka dapat bertahan karena masih dapat bekerja pada perusahaan perkebunan yang mengambil alih lahan tersebut. Namun di sisi lain, romantisme kehidupan sebelum lahan tercabut dari tangan mereka memicu keinginan untuk kembali memperjuangkan lahan yang sesungguhnya berada sangat dekat.
Dampak kemiskinan
1.      Pengangguran.
Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran di Indonesia begitu banyak. Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat yang tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata. Ukuran daya saing inilah yang kerap digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu bangsa dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara global.
2.      Kekerasan.
Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Hal tersebut disebabkan karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dapat dilakukannya. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu. Dari sinilah sebuah kemiskinan dapat berdampak bagi kelangsungan hidup masyakarat kebanyakan. Semakin tinggi masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, semakin membahayakan juga lingkungan tempat tinggal mereka. Karena sebagai dampak kemiskinan, mereka akan berusaha mencari jalan pintas untuk menjaga keberlangsungan hidup mereka.
  3.      Pendidikan.
Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan. Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
4.      Kesehatan.
Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya sangat mahal. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin. Karena biaya yang mahal tersebut, berdampaklah kepada masyarakat yang masuk dalam kategori miskin. Dampak yang ditimbulkan inilah yang semakin memperparah kehidupan masyarakat miskin. Mereka kehilangan hak untuk mendapat fasilitas kesehatan karena mereka tidak mempunyai dana untuk membayar.
5.      Konflik sosial bernuansa SARA.
Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami.semuanya ini adalah ekspresi berontakan identitas diri setiap individu. Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupun perkotaan.
Sistem Kapitalisme melalui program-program pembangunannya sangat tidak cocok untuk menanggulangi masalah pengentasan kemiskinan, justru segala program yang diterapkan akan membuat ketimpangan semakin besar antara si kaya dan si miskin. Pola yang dihasilkan oleh sistem Kapitalisme ini justru akan membuat negara dengan rakyatnya semakin mengalami ketergantungan dengan hutang, hutang, dan hutang. Di dalam mekanisme hutang ada juga bunga yang tidak sedikit juga jumlahnya dan akan terakumulasi setiap tahunnya. Kapitalisme yang berkembang seperti di Indonesia bukan seperti yang berkembang di dunia Barat, tetapi Kapitalisme model pinggiran. Jenis kapitalisme ini salah satu varian dari sistem ekonomi yang kapitalistis, di mana modal, keahlian, pengetahuan, dan buruh sangat memegang penting peranan dalam mengeksplorasi sumber-sumber daya alam untuk menghasilkan barang-barang yang diperlukan oleh pasaran dengan tujuan pokok untuk mengeruk keuntungan dan mendapatkan moda


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemiskinan struktural tak dapat dipungkiri muncul pada berbagai sisi kehidupan masyarakat. Kondisi ini dipicu oleh struktur masyarakat yang memberi peluang terciptanya ketimpangan akses terhadap sumberdaya yang dilakukan oleh kelompok elit. Kondisi tersebut memicu termarjinalisasinya masyarakat tertentu sehingga mereka tidak memiliki posisi tawar terhadap berbagai situasi yang muncul.Dalam konteks masyarakat desa perkebunan dan desa hutan, kemiskinan diciptakan melalui paradigma pengelolaan sumberdaya alam yang tidak berbasis masyarakat lokal. Paradigma yang dipilih pemerintah tersebut memberi peluang kaum kapitalis untuk semakin kokoh menancapkan kekuasaanya diatas posisi masyarakat. Dalam berbagai bentuknya, kondisi tersebut menghasilkan keterpurukan dikalangan petani.
Respon yang muncul sebagai akibat kondisi tersebut adalah penggalangan kekuatan yang dilakukan anggota komunitas melalui peran kelompok elit. Kelompok elit disini diartikan sebagai golongan dalam masyarakat yang lebih dahulu mendapat kesadaran bahwa kemiskinan yang muncul tidak semata-mata faktor nasib melainkan karena struktur sosial masyarakat yang tidak mendukung. Respon tersebut diwujudkan dalam bentuk perlawanan mandiri komunitas dan dalam perjalanannya didukung oleh pihak lain yang memiliki kepedulian terhadap perjuangan petani. Pembangunan tidak akan berhasil untuk mengatasi kemiskinan tanpa disertai peningkatan kesempatan kerja, pemenuhan kebutuhan pokok, peningkatan produktivitas rakyat miskin. Banyak juga yang berpendapat bahwa pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) akan menyelesaikan masalah yang kita hadapi.
Memang kalau Indonesia dapat melakukan sesuai dengan apa yang dijanjikan dalam sistem itu, maka kemiskinan dapat dikurangi secara massal. Dibutuhkan tindakan pemerintah untuk mengubah pola-pola pemilikan tanah, mengurangi investasi padat modal, mengarahkan kekuatan-kakuatan pasa, mempengaruhi perubahan nilai-nilai, dan mengatur perdagangan luar negeri. Tidak mudah memang dalam merubah suatu sistem yang bergulir dalam suatu negara, namun tidak ada salahnya untuk diuji cobakan. Karena sistem yang berada di Indonesia ini belum sepenuhnya jelas, mumpung belum jelas maka ada kesempatan untuk merubah sedikit demi sedikit.
Strategi dalam pengentasan kemiskinan memang sangat dibutuhkan peran dari negara tidak lain dalam rangka advokasi sosial untuk menciptakan tatanan yang berkeadilan dan berkemakmuran. Peran negara yang dituntut dalam proses pengentasan kemiskinan adalah meredistribusi kekayaan dan pendapatan, memastikan agar dalam proses distribusi tidak satu pun dari faktor-faktor produksi ditekan pembagiannya dan mengeksploitasi faktor lainnya. kemiskinan itu tidak hanya ditekankan pada aspek ekonomi saja, namun hak-hak dasar lain seperti kesempatan dalam memperoleh pendidikan dan kesehatan juga perlu untuk diperhatikan dalam mengidentifikasi kemiskinan.
Masalah kemiskinan ada karena sistem yang salah untuk diterapkan di Indonesia, justru dengan adanya lembaga-lembaga keuangan internasional dengan mekanisme bantuannya semakin menambah penderitaan rakyat miskin. Ditambah lagi dengan adanya mekanisme pasar yang secara diam-diam merasuki ideology bangsa Indonesia ini, menjadikan semua barang-barang publik menjadi komoditas, sehingga tidak semua masyarakat dapat mengaksesnya dalam artian tidak ada kesempatan si miskin untuk memperoleh pelayanan yang prima sama seperti si kaya. Penulis juga menekankan solusi yang diterapkan butuh peran pemerintah dalam menerapkan dan menata kembali sistem yang ada, penulis merekomendasikan untuk menerapkan koperasi sebagai sistem ekonomi dalam rangka menguatkan distribusi hasil produksi.

DAFTAR PUSTAKA
Awang, San Afri. 2003. Politik Kehutanan Masyarakat. Yogyakarta: CCSS.

De Soto, Hernando. 2001. The Mystery of Capital: With Capitalism Triumph in the West and Fails Everywhere Else. London: Black Swan.

Eric wolf. 1985 Petani: Suatu Tinjauan Antropologis. Jakarta: CV. Rajawali.

Fadjar, U., dkk. 2002. Penduduk, Kebun Karet dan Kemiskinan. Bogor: LRPI

Ala, Andre Bayo, Drs. (editor). 1996. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Yogyakarta: Liberty Offset.

Budiman, Arif. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: Gramedia.

Lubis, T. Mulya. 1986. Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktural. Jakarta: LP3ES.

Muwahidah, Siti Sarah dan Zakiyudin Baidhowy (editor). 2007. Islam, Good Governance, dan Pengentasan  Kemiskinan: Kebijakan Pemerintah, Kiprah Kelompok Islam, dan Potret Gerakan Inisiatif di Tingkat Lokal.Jakarta: MAARIF Institute for Culture and Humanity.

Sulhin, Iqrak. 2009. Capitalism and The Future of Indonesia's Anti-Poverty Policy. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Suparlan, Parsudi. 1995. Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Farchan Bulkin, Kapitalisme, Golongan Menengah, dan Negara: Sebuah Catatan Penelitian, Prisma, No.2,Februari, 1984.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar