BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Tulisan
ini akan membahas tentang masalah kemiskinan yang ditinjau dari perspektif
struktural. Analisa ini berdasarkan pendapat beberapa tokoh ekonomi dan dengan
memadukan analisa dari penulis sendiri dalam memandang kemiskinan. Kemiskinan
memang tidak harus dipandang dari segi ketidakmampuan orang-orang miskin saja
namun ada sesuatu dari eksternal si miskin yang membuat si miskin semakin
miskin. Kelebihan dalam menggunakan analisa dengan perspektif struktural ini
tidak lagi membicarakan kemiskinan dalam hal perbandingan ekonomi namun dapat
menunjukkan hal-hal lain di luar si miskin yang membuat mereka tetap miskin
atau semakin miskin. Dalam perspektif struktural ini tidak bisa lagi dalam
menganalisa kemiskinan menggunakan patokan dasar adalah pendapatan per kapita.
Karena bisa saja seseorang itu pendapatan per kapitanya melampaui garis batas
kemiskinan tetapi secara struktural ia adalah orang yang jauh dari alat-alat
produksi, jauh dari proses pengambilan keputusan, terasing dari kemungkinan
partisipasi (Lubis, 1986: 41). Jadi ada faktor-faktor lain yang ingin diekspos
oleh perspektif struktural ini.
Dari
penjelasan di atas dapat diketahui paparan penulis tentang kelebihan dari
perspektif struktural, dalam penjelasan selanjutnya akan dibahas mengenai
kekurangan dari perspektif struktural ini. Penulis memandang kekurangan dari
perspektif ini yaitu dalam menemukan solusi untuk memecahkan kebuntuan dalam
masalah kemiskinan sangat sulit dilakukan dalam kenyataan. Memang di atas
kertas sangatlah memuaskan dan masuk akal jika ditelaah, namun dalam
pengimplementasian solusi dibutuhkan tenaga dan pemikiran yang ekstra. Karena
dalam penerapannya, strukturalis ini cenderung merubah kondisi yang berada
diluar si miskin bukan dari si miskin sendiri yang berusaha untuk merubah
dirinya sendiri supaya tuntas dari kemiskinan. Merombak suatu sistem adalah
merubah segalanya yang ada pada suatu wilayah atau negara tersebut, terutama
dalam aspek penyediaan kesempatan yang sama diberbagai sektor.
Kemiskinan
merupakan salah satu masalah sosial yang mendasar yang dihadapi oleh Bangsa
Indonesia dewasa ini. Hal tersebut ditandai dengan adanya berbagai kekurangan
dan ketidakberdayaan diri si miskin. Berbagai kekurangan dan ketidakberdayaan
tersebut disebabkan baik faktor internal maupun eksternal yang membelenggu,
seperti adanya keterbatasan untuk memelihara dirinya sendiri, tidak mampu
memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhan dll. Dengan
begitu, segala aktivitas yang mereka lakukan untuk meningkatkan hidupnya sangat
sulit. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang
pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran
kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan,
pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman
modern.
Di
indonesia kemiskinan sudah terjadi sejak jaman dahulu dimana pemerintah di
indonesia tidak dapat menekan angka kemiskinan dari tahun ke tahun bahkan
kemiskinan sudah menjadi pekerjaan yang serius untuk pemerintah kita. Banyak
cara yang telah dilakukan oleh pemerintah, tapi untuk menekan atau bahkan
mengurangi angka kemiskinan sangatlah sulit. Indonesia sebagai negara yang kaya
akan sumber daya alamnya, ternyata tidak sedikit penduduk yang tergolong
miskin. Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari gabungan penduduk di
perkotaan dan di perdesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin diperkirakan
makin bertambah.
Pembahasan kemiskinan struktural menjadi
penting dalam kaitannya dengan upaya mengatasi ketimpangan yang selama ini
terjadi pada masyarakat kelas bawah. Kondisi ini terjadi pada hampir sebagian
besar sektor produksi di Indonesia. Kemiskinan struktural pada masyarakat desa
hutan dan masyarakat desa perkebunan diawali oleh paradigma pengelolaan
sumberdaya alam yang berhaluan kapitalisme dimana materi menjadi ukuran
keberhasilan, serta paradigma yang mengatakan bahwa negara sama dengan
pemerintah sehingga pengelolaan sumberdaya alam oleh negara diartikan sebagai
pengelolaan sumberdaya alam oleh pemerintah (government based resource
management). Pendekatan tersebut berdampak tidak saja pada pemerintah
melainkan juga pada masyarakat. Dampak yang terjadi pada pemerintah dapat
ditinjau pada dua sisi yaitu kebijakan dan perilaku. Kebijakan-kebijakan yang
ada baik berupa hukum perundang-undangan dan program-program yang dilakukan
berakar pada dua paradigma diatas.
1.2
Rumusan masalah
1. Bagaimana kemiskinan structural terjadi?
2. apakah kemiskinan
structural dapat memajukan bangsa Indonesia?
1.3
Telaah literature
Banyak pemahaman tentang kemiskinan yang
dikemukakan para ahli, salah satu pemahaman yang dimaksud dikemukakan oleh:
1. Bank Dunia (1990) dan Chambers (1987) (dalam Mikkelsen, 2003:193)
yang memandang kemiskinan sebagai : Suatu kemelaratan dan ketidakmampuan masyarakat yang diukur dalam
suatu standar hidup tertentu yang mengacu kepada konsep miskin relatif yang
melakukan analisis perbandingan di negara-negara kaya maupun miskin. Sedangkan
konsep absolut dari kemiskinan adanya wabah kelaparan, ketidakmampuan untuk
membesarkan atau mendidik anak dan lain-lain.
2.
Usman (2003 : 33) mengatakan bahwa kemiskinan adalah kondisi
kehilangan (deprivation) terhadap sumber-sumber pemenuh kebutuhan dasar yang
berupa pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan serta hidupnya serba
kekurangan. Sedangkan pemahaman tentang masalah kemiskinan,
3. menurut Sumodiningrat (1999 : 45) : Masalah kemiskinan pada
dasarnya bukan saja berurusan dengan persoalan ekonomi semata, tetapi bersifat
multidimensional yang dalam kenyataannya juga berurusan dengan
persoalan-persoalan non-ekonomi (sosial, budaya, dan politik). Karena sifat
multidimensionalnya tersebut, maka kemiskinan tidak hanya berurusan dengan
kesejahteraan materi (material well-being), tetapi berurusan dengan
kesejahteraan sosial (social well-being). Dari pandangan di atas diperoleh suatu konsep pemahaman bahwa
kemiskinan pada hakekatnya merupakan kebutuhan manusia yang tidak terbatas
hanya pada persoalan-persoalan ekonomi saja. Karena itu, program pemberdayaan
masyarakat miskin sebaiknya tidak terfokus pada dimensi pendekatan ekonomi
saja, tetapi juga memperhatikan dimensi pendekatan lain, yaitu pendekatan
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sumber daya sosial.
4.
Menurut Supriatna (1997:90) : Kemiskinan merupakan kondisi yang
serba terbatas dan terjadi bukan atas kehendak orang yang bersangkutan.
Penduduk dikatakan miskin bila ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,
produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan dan gizi serta kesejahteraan
hidupnya, yang menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kemiskinan structural
Kemiskinan
diartikan sebagai kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan asasi atau esensial
sebagai manusia seperti kebutuhan subsistensi, afeksi, keamanan, identitas,
proteksi, kebebasan, partisipasi, dan waktu luang. Berbeda dengan konsep
kemiskinan struktural yang diartikan sebagai kondisi kemiskinan yang timbul
sebagai akibat struktur sosial yang rumit yang menyebabkan masyarakat
termarjinalisasi dan sulit memperoleh akses terhadap berbagai
peluang.Kemiskinan dan kemiskinan struktural dapat dikaji melalui unsur-unsur
sosial yang pokok dalam masyarakat yang menurut Soekanto meliputi: kelompok
sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi sosial, dan kekuasaan dan
wewenang. Dari sana kita dapat memperoleh gambaran bagaimana bagian-bagian
dalam struktur tersebut menjadi penting untuk menggambarkan terjadinya
kemiskinan struktural.
Kemiskinan
struktural akan ditunjukkan melalui unsur-unsur pokok tersebut dimana ketika
kemiskinan struktural terjadi pada masyarakat, terdapat perubahan kondisi yang
terjadi disebabkan masyarakat harus mampu beradaptasi dengan kondisi yang ada.
Masuknya unsur asing yang menjadi penyebab kemiskinan struktural membawa
pengaruh kepada pola adaptasi yang harus mereka terapkan.
Gambar.
1 Terjadinya Kemiskinan Struktural
Kemiskinan
struktural yang terjadi pada dua komunitas dipicu oleh adanya kapitalisme yang
merasuki seluruh sektor, diantaranya adalah sektor perkebunan dan kehutanan.
Kemiskinan struktural akan berbeda bentuk tergantung dari struktur sosial
masyarakat dan juga tergantung pada pihak penguasa yang bermain dalam komunitas
tersebut. Respon atas kemiskinan struktural diilhami oleh kondisi masyarakat
dimana mereka dalam kondisi termarjinalisasi dan dalam posisi struktur sosial
yang timpang sehingga mereka dalam kondisi miskin dan dimiskinkan. Respon
diwujudkan dalam bentuk konsolidasi petani dalam wilayahnya termasuk juga
konsolidasi kekuatan untuk melawan kondisi yang disebabkan oleh faktor
struktural. Lahirnya pengorganisasian petani berbeda-beda terkait dengan bentuk
kemiskinan yang mereka alami.
Struktur Masyarakat
Golongan
miskin cenderung berada pada daerah dengan kondisi alam yang rata-rata tidak
mendukung. Kebanyakan dari petani yang hidup dalam kondisi geografis tersebut
memilih untuk bertahan tanpa pernah berupaya merubah nasib misalnya dengan cara
pindah ke daerah lain. Dalam kondisi demikian, lahan menjadi satu-satunya
sandaran hidup dan sumber penghasilan. Ketika lahan tersebut diambil alih oleh
golongan lain yang terjadi adalah petani kehilangan sumber hidupnya. Pada kurun
waktu tertentu mereka dapat bertahan karena masih dapat bekerja pada perusahaan
perkebunan yang mengambil alih lahan tersebut. Namun di sisi lain, romantisme
kehidupan sebelum lahan tercabut dari tangan mereka memicu keinginan untuk
kembali memperjuangkan lahan yang sesungguhnya berada sangat dekat.
Dampak kemiskinan
1. Pengangguran.
Sebagaimana
kita ketahui jumlah pengangguran di Indonesia begitu banyak. Dengan banyaknya
pengangguran berarti banyak masyarakat yang tidak memiliki penghasilan karena
tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak
mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah
menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak
secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran
rata-rata. Ukuran daya saing inilah yang kerap digunakan untuk mengetahui
kemampuan suatu bangsa dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara global.
2. Kekerasan.
Sesungguhnya
kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran.
Hal tersebut disebabkan karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah
melalui jalan yang benar. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat
bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dapat
dilakukannya. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu. Dari sinilah
sebuah kemiskinan dapat berdampak bagi kelangsungan hidup masyakarat
kebanyakan. Semakin tinggi masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, semakin
membahayakan juga lingkungan tempat tinggal mereka. Karena sebagai dampak
kemiskinan, mereka akan berusaha mencari jalan pintas untuk menjaga
keberlangsungan hidup mereka.
3.
Pendidikan.
Tingkat
putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya
biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia
sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan
yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali
sehari saja mereka sudah kesulitan. Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin
terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya
tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan
seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan
bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang
menuntut keterampilan di segala bidang.
4. Kesehatan.
Seperti
kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik
pengobatan apalagi rumah sakit swasta menerapkan tarif atau ongkos pengobatan
yang biayanya sangat mahal. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan
miskin. Karena biaya yang mahal tersebut, berdampaklah kepada masyarakat yang
masuk dalam kategori miskin. Dampak yang ditimbulkan inilah yang semakin
memperparah kehidupan masyarakat miskin. Mereka kehilangan hak untuk mendapat
fasilitas kesehatan karena mereka tidak mempunyai dana untuk membayar.
5. Konflik sosial bernuansa SARA.
Tanpa
bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas
kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita
alami.semuanya ini adalah ekspresi berontakan identitas diri setiap individu.
Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang
berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya
menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata
di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupun perkotaan.
Sistem
Kapitalisme melalui program-program pembangunannya sangat tidak cocok untuk
menanggulangi masalah pengentasan kemiskinan, justru segala program yang
diterapkan akan membuat ketimpangan semakin besar antara si kaya dan si miskin.
Pola yang dihasilkan oleh sistem Kapitalisme ini justru akan membuat negara
dengan rakyatnya semakin mengalami ketergantungan dengan hutang, hutang, dan
hutang. Di dalam mekanisme hutang ada juga bunga yang tidak sedikit juga
jumlahnya dan akan terakumulasi setiap tahunnya. Kapitalisme yang berkembang
seperti di Indonesia bukan seperti yang berkembang di dunia Barat, tetapi
Kapitalisme model pinggiran. Jenis kapitalisme ini salah satu varian dari
sistem ekonomi yang kapitalistis, di mana modal, keahlian, pengetahuan, dan
buruh sangat memegang penting peranan dalam mengeksplorasi sumber-sumber daya
alam untuk menghasilkan barang-barang yang diperlukan oleh pasaran dengan
tujuan pokok untuk mengeruk keuntungan dan mendapatkan moda
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kemiskinan
struktural tak dapat dipungkiri muncul pada berbagai sisi kehidupan masyarakat.
Kondisi ini dipicu oleh struktur masyarakat yang memberi peluang terciptanya
ketimpangan akses terhadap sumberdaya yang dilakukan oleh kelompok elit.
Kondisi tersebut memicu termarjinalisasinya masyarakat tertentu sehingga mereka
tidak memiliki posisi tawar terhadap berbagai situasi yang muncul.Dalam konteks
masyarakat desa perkebunan dan desa hutan, kemiskinan diciptakan melalui
paradigma pengelolaan sumberdaya alam yang tidak berbasis masyarakat lokal.
Paradigma yang dipilih pemerintah tersebut memberi peluang kaum kapitalis untuk
semakin kokoh menancapkan kekuasaanya diatas posisi masyarakat. Dalam berbagai
bentuknya, kondisi tersebut menghasilkan keterpurukan dikalangan petani.
Respon
yang muncul sebagai akibat kondisi tersebut adalah penggalangan kekuatan yang
dilakukan anggota komunitas melalui peran kelompok elit. Kelompok elit disini
diartikan sebagai golongan dalam masyarakat yang lebih dahulu mendapat
kesadaran bahwa kemiskinan yang muncul tidak semata-mata faktor nasib melainkan
karena struktur sosial masyarakat yang tidak mendukung. Respon tersebut
diwujudkan dalam bentuk perlawanan mandiri komunitas dan dalam perjalanannya
didukung oleh pihak lain yang memiliki kepedulian terhadap perjuangan petani.
Pembangunan tidak akan berhasil untuk mengatasi kemiskinan tanpa disertai
peningkatan kesempatan kerja, pemenuhan kebutuhan pokok, peningkatan
produktivitas rakyat miskin. Banyak juga yang berpendapat bahwa pemenuhan
kebutuhan dasar (basic needs) akan menyelesaikan masalah yang kita hadapi.
Memang
kalau Indonesia dapat melakukan sesuai dengan apa yang dijanjikan dalam sistem
itu, maka kemiskinan dapat dikurangi secara massal. Dibutuhkan tindakan
pemerintah untuk mengubah pola-pola pemilikan tanah, mengurangi investasi padat
modal, mengarahkan kekuatan-kakuatan pasa, mempengaruhi perubahan nilai-nilai,
dan mengatur perdagangan luar negeri. Tidak mudah memang dalam merubah suatu
sistem yang bergulir dalam suatu negara, namun tidak ada salahnya untuk diuji
cobakan. Karena sistem yang berada di Indonesia ini belum sepenuhnya jelas,
mumpung belum jelas maka ada kesempatan untuk merubah sedikit demi sedikit.
Strategi
dalam pengentasan kemiskinan memang sangat dibutuhkan peran dari negara tidak
lain dalam rangka advokasi sosial untuk menciptakan tatanan yang berkeadilan
dan berkemakmuran. Peran negara yang dituntut dalam proses pengentasan
kemiskinan adalah meredistribusi kekayaan dan pendapatan, memastikan agar dalam
proses distribusi tidak satu pun dari faktor-faktor produksi ditekan pembagiannya
dan mengeksploitasi faktor lainnya. kemiskinan itu tidak hanya ditekankan pada
aspek ekonomi saja, namun hak-hak dasar lain seperti kesempatan dalam
memperoleh pendidikan dan kesehatan juga perlu untuk diperhatikan dalam
mengidentifikasi kemiskinan.
Masalah
kemiskinan ada karena sistem yang salah untuk diterapkan di Indonesia, justru
dengan adanya lembaga-lembaga keuangan internasional dengan mekanisme
bantuannya semakin menambah penderitaan rakyat miskin. Ditambah lagi dengan
adanya mekanisme pasar yang secara diam-diam merasuki ideology bangsa Indonesia
ini, menjadikan semua barang-barang publik menjadi komoditas, sehingga tidak
semua masyarakat dapat mengaksesnya dalam artian tidak ada kesempatan si miskin
untuk memperoleh pelayanan yang prima sama seperti si kaya. Penulis juga
menekankan solusi yang diterapkan butuh peran pemerintah dalam menerapkan dan
menata kembali sistem yang ada, penulis merekomendasikan untuk menerapkan
koperasi sebagai sistem ekonomi dalam rangka menguatkan distribusi hasil produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Awang, San Afri. 2003.
Politik Kehutanan Masyarakat. Yogyakarta: CCSS.
De Soto, Hernando.
2001. The Mystery of Capital: With Capitalism Triumph in the West and Fails
Everywhere Else. London: Black Swan.
Eric wolf. 1985 Petani:
Suatu Tinjauan Antropologis. Jakarta: CV. Rajawali.
Fadjar, U., dkk. 2002.
Penduduk, Kebun Karet dan Kemiskinan. Bogor: LRPI
Ala, Andre Bayo, Drs.
(editor). 1996. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Yogyakarta:
Liberty Offset.
Budiman, Arif. 2000.
Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: Gramedia.
Lubis, T. Mulya. 1986.
Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktural. Jakarta: LP3ES.
Muwahidah, Siti Sarah
dan Zakiyudin Baidhowy (editor). 2007. Islam, Good Governance, dan
Pengentasan Kemiskinan: Kebijakan Pemerintah,
Kiprah Kelompok Islam, dan Potret Gerakan Inisiatif di Tingkat Lokal.Jakarta:
MAARIF Institute for Culture and Humanity.
Sulhin, Iqrak. 2009.
Capitalism and The Future of Indonesia's Anti-Poverty Policy. Yogyakarta:
Gadjah Mada University.
Suparlan, Parsudi.
1995. Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Farchan Bulkin,
Kapitalisme, Golongan Menengah, dan Negara: Sebuah Catatan Penelitian, Prisma,
No.2,Februari, 1984.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar